Shalat 'Idul Fitri dan 'Idul Adhha

https://www.KitaPintar05.xyz

BAB SHALAT IED

1. Hukum Shalat led

Shalat 'Idul Fitri dan 'Idul Adhha adalah sunnat mu'akkadah. Shalat ini disyari'atkan pada tahun pertama Hijrah. Nabi senantiasa mengerjakannya dan memerintahkan kepada seluruh umatnya, baik laki-laki maupun wanita untuk keluar menuju tempat shalat 'Ied. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memerintahkan hal itu melalui firman-Nya:

"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak, maka dirikanlah shalat karena Allah dan bekurbanlah." (Al-Kautsar: 1-2)

Shalat 'led merupakan salah satu syi'ar Islam, sekaligus sebagai salah satu penampilan yang di dalamnya memperlihatkan bukti keimanan yang kuat.

2. Disunnatkan Mandi, Memakai Wewangian dan Berpakaian Yang Baik

Mandi pada pagi hari sebelum berangkat untuk menunaikan shalat 'Ied adalah amalan yang sunnat. Waktu disunnatkannya mandi tersebut dimulai sejak pertengahan malam. Bagi para muslim/h dianjurkan memakai wewangian ketika mengerjakan shalat 'led dan mengenakan pakaian yang baik. Akan tetapi, pemakaian wewangian itu tidak boleh berlebihan, sehingga tidak terjerumus ke dalam perbuatan dosa. Dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, ia menceritakan:

أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ الله فِي الْعِيْدَيْنِ، أَنْ نَلْبَسَ أَجْوَدَ مَا نَجِدُ، وَأَنْ نَتَطَيِّبَ بأَجْوَدَ مَا نَجِدُ، وَأَنْ نُضَحِيَ بِأَثْمَنَ مَا نَجِدُ. ورواه الحاكم

"Pada hari 'Idul Fitri dan 'Idul Adhha, Rasulullah memerintahkan kami untuk mengenakan pakaian terbaik yang kami miliki dan memakai wewangian terbaik yang ada pada kami, serta bekurban dengan binatang yang tergemuk yang kami punyai." (HR. Al-Hakim)

Menurut Ibnu Qayyim, Rasulullah mengenakan pakaian yang terbaik pada hari raya 'Idul Fitri dan 'Idul Adhha. Beliau memiliki pakaian khusus yang biasa dikenakan pada kedua hari raya dan juga pada hari Jum'at.

3. Waktu Shalat 'Ied

Waktu pelaksanaan shalat 'led ini berawal sejak matahari mulai meninggi sampai tergelincir secara sempurna. Adapun bagi shalat 'Idul Adhha lebih diutamakan untuk dikerjakan pada awal waktu, sehingga memungkinkan bagi para jama'ah untuk menyembelih hewan kurbannya setelah mengerjakan shalat. Hal ini didasarkan pada hadits dari Al-Barra', dimana ia menceritakan; aku pernah mendengar Rasulullah berkhutbah seraya bersabda:

إنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ مِنْ يَوْمِنَا هَذَا أَنْ نُصَلِّي، ثُمَّ تَرْجِعَ فَتَنْحَرَ، فَمَنْ فَعَلَ فَقَدْأَصَابَ سُنتنا. ورواه البخاري

"Sesungguhnya sesuatu yang kami awali pada hari ini adalah mengerjakan shalat, kemudian kembali pulang dan menyembelih kurban. Barang siapa mengerjakan hal itu, maka ia telah menjalankan sunnat kami." (HR. Bukhari)

Sedangkan pada hari raya 'Idul Fitri dianjurkan untuk mengakhirkan waktu pelaksanaan shalat, supaya kaum muslimin dapat mengeluarkan zakat fitrah mereka, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits dari Jandib Radhiyallahu Anhu:

كَانَ النَّبِيُّ يُصَلِّي بِنَا الْفِطْرَ وَالشَّمْسُ عَلَى قَيْدِ رُمْحَيْنِ، وَالأَضْحَى عَلَى قيد رمح

"Nabi pernah mengerjakan shalat 'Idul Fitri bersama kami dan pada saat itu matahari setinggi dua tombak. Sedangkan pada shalat Idul Adhha, matahari baru setinggi satu tombak." (HR. Ibnu Hajar)

4. Makan Sebelum Melaksanakan Shalat 'Idul Fitri

Disunnatkan untuk memakan beberapa buah kurma yang jumlahnya ganjil sebelum berangkat menuju tempat pelaksanaan shalat 'Idul Fitri. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik, dimana ia menceritakan:

كَانَ رَسُوْلُ اللَّهِ لا يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتى يَأْكُلَ ثَمَرَاتِ.

"Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak berangkat shalat pada hari raya 'Idul Fitri, sehingga beliau memakan beberapa buah kurma.

Murajja' bin Raja' mengatakan: Ubaidillah pernah memberitahukan kepadaku, dimana ia menceritakan; Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu pernah memberitahukan kepadaku dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam: "Bahwa beliau memakan kurma itu dalam jumlah ganjil." (HR. Bukhari).

5. Makan Setelah Melaksanakan Shalat 'Idul Adhha

Makan pada hari raya 'Idul Adhha disunnatkan setelah mengerjakan shalat 'led. Jika Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan kemurahan untuk bekurban, maka kita diperbolehkan untuk memakan hati dari hewan yang kita kurbankan tersebut. Seperti halnya para penghuni surga, dimana makanan yang pertama kali disuguhkan kepada mereka ketika memasuki surga adalah hati ikan paus. Dari Buraidah Radhiyallahu Anhu, diceritakan:

وَكَانَ النَّبِيُّ : لا يَعْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُل، وَلَا يَأْكُل يَوْمَ الأَضْحَى يَرْجِعَ. فورواه الترمذي وابن ماجه وأحمد

"Bahwa Nabi tidak berangkat shalat pada hari raya 'Idul Fitri melainkan setelah makan, dan beliau tidak makan pada hari raya 'Idul Adhha, melainkan setelah kembali dari shalat." (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)

Ditambahkan pada riwayat yang lain, bahwa beliau memakan daging hewan kurbannya (pada hari raya 'Idul Adhha). Pada hari raya 'Idul Fitri maupun 'Idul Adhha diharamkan bagi muslim/h berpuasa. Juga pada tiga hari setelah hari raya 'Idul Adhha, yang disebut sebagai Ayyamu At-Tasyriq (hari-hari tasyriq).

6. Berangkat ke Tempat Pelaksanaan Shalat

Disunnatkan bagi muslim/h untuk berangkat ke tanah lapang pada saat hendak melaksanakan shalat 'Idul Fitri maupun 'Idul Adhha. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, para sahabat dan tabi'in.

Hendaknya para suami berangkat bersama isteri dan anak-anak mereka sembari bertakbir, mengagungkan nama Allah: "Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaaha Illallahu Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahilhamd." Muslim/h perlu mengetahui, bahwa mereka diperbolehkan untuk mengerjakan shalat 'led di masjid. Akan tetapi, pelaksanaan shalat 'led di luar masjid (di lapangan) adalah lebih afdhal selama tidak ada halangan, misalnya hujan dan lain sebagainya.

7. Berangkatnya Kaum Wanita dan Anak-anak ke Tempat Pelaksanaan Shalat 'Ied

Sebagaimana telah kami sebutkan sebelumnya, hendaklah wanita muslimah berangkat ke tempat shalat 'led bersama suami dan putera-puterinya. Karena, pada shalat 'Idul Fitri maupun 'Idul Adhha boleh dihadiri oleh wanita muslimah yang masih gadis, janda maupun wanita yang sedang haid. Hal ini berdasarkan pada hadits dari Ummu 'Athiyyah, dimana ia menceritakan:

أُمِرْنَا أَنْ نُخْرِجَ الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ فِي الْعِيْدَيْنِ يَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ وَيَعْتَزِلُ الْحُيَّضُ الْمُصَلَّى. متفق عليه

"Kami diperintahkan untuk membawa keluar kaum remaja puteri maupun wanita yang sedang haid pada kedua hari raya ('Idul Fitri dan 'Idul Adhha) untuk menyaksikan kebaikan dan mendo'akan kaum muslimin.

Adapun bagi wanita yang sedang haid hendaknya sedikit menjauhi dari tempat shalat." (HR. Muttafaqun 'Alaih)

8. Bacaan Takbir Kaum Wanita

Sebagaimana orang laki-laki, wanita muslimah juga diperbolehkan bertakbir. Hal ini sesuai dengan riwayat berikut ini:

وَكَانَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يُكَبِّرُ فِي قُيَّتِهِ بِمِنَى فَيُسْمِعُهُ أَهْلُ الْمَسْجِدِ فَيُكَبِّرُونَ وَيُكَبِّرُ أَهْلُ الأَسْوَاقِ حَتَّى تَرْتَجَّ مِنى تَكْبِيرًا. وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يُكَبِّرُ بِمِنَى تِلْكَ الأَيَّامُ وَخَلْفَ الصَّلَوَاتِ وَعَلَى فِرَاشِهِ وَفِي فُسْطَاطِهِ وَمَجْلِسِهِ وَمُمْشَاةِ تِلْكَ الأَيَّامِ جَمِيْعًا. وَكَانَتْ مَيْمُونَةُ تُكَبِّرُ يَوْمَ النَّحْرِ، وَكُنَّ النِّسَاءُ يُكَبِّرْنَ خَلْفَ أَبان بن عُثْمَانَ وَعُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ لَيَالِي التَشْرِيْقِ مَعَ الرِّجَالِ في الْمَسْجِدِ. رواه البخاري

"Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu bertakbir di atas kubahnya yang berada di Mina, sehingga didengar oleh semua orang yang berada di sekitar masjid. Maka mereka pun ikut bertakbir dan orang-orang yang berada di pasar pun ikut bertakbir, sehingga kota Mina ramai dengan suara takbir. Ibnu Umar juga bertakbir di Mina pada hari itu. Juga pada setiap kali selesai shalat fardhu. Begitu pula ketika ia berada di tempat tidur, perkemahan, majelis-majelis dan sepanjang perjalanannya pada hari-hari itu. Maimunah pun bertakbir pada hari raya kurban. Para wanita muslimah juga pernah bertakbir di belakang Aban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz pada malam hari tasyriq bersama orang laki-laki di masjid." (HR. Bukhari)

Dari Ummu 'Athiyyah, ia bercerita:

كُنَّا نُؤْمَرُ أَنْ نُخْرِجَ يَوْمَ الْعِيدِ، حَتَّى نُخْرِجَ الْبِكْرَ مِنْ خُدْرِهَا، حَتَّى نُخْرِجَ الْحُيَّضَ فَيَكُنَّ خَلْفَ النَّاسِ فَيُكَبِّرُونَ بتكثيرِهِمْ وَيَدْعُوْنَ بِدُعَائِهِمْ، يَرْجُونَ بركة ذلِكَ الْيَوْمِ وَطُهْرَتِهِ. رواه البخاري

"Kami pernah diperintahkan untuk keluar rumah pada hari raya, hingga kami mengeluarkan gadis-gadis dari pingitannya. Juga mengajak keluar wanita-wanita yang sedang haid, dimana mereka berada di belakang orang-orang yang mengerjakan shalat dan mereka bertakbir, berdo'a seraya mengharap berkah hari tersebut serta kesuciannya." (HR. Bukhari)

9. Adzan dan Iqamat Dalam Shalat 'Ied

Shalat 'Ied dikerjakan tanpa dikumandangkan adzan dan juga iqamat. Hal ini berdasarkan pada hadits dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu, dimana ia berkata:

لَمْ يَكُنْ يُؤَذِّنُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَلَا يَوْمَ الأَضْحَى. متفق عليه

"Tidak pernah dikumandangkan adzan pada hari raya 'Idul Fitri dan juga 'Idul Adhha." (HR. Muttafaqun 'Alaih)

10. Shalat Sebelum dan Sesudah Shalat 'Idul Fitri dan 'Idul Adhha

Tidak ada satu pun dalil yang menetapkan adanya shalat sunnat sebelum atau sesudah shalat 'Ied. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan juga para sahabatnya tidak pernah mengerjakan satu raka'at pun shalat sunnat sebelum maupun sesudah shalat 'Ied.

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu, ia berkata:

خَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ يَوْمَ عِيْدٍ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَمْ يُصَلِّ قَبْلَهُمَا وَلاَ بَعْدَهُمَا. رواه الجماعة

"Rasulullah pernah berangkat untuk manunaikan shalat pada hari raya. Lalu beliau mengerjakan shalat dua raka'at (yaitu shalat 'Ied) dan tidak mengerjakan shalat yang lain sebelum maupun sesudahnya." (HR. Jama'ah)

11. Orang Yang Tertinggal Mengerjakan Shalat 'Ied

Shalat 'Ied merupakan amalan yang disunnatkan, baik bagi laki-laki, wanita, anak-anak, orang yang sedang dalam perjalanan (musafir) maupun tidak (muqim), baik itu dikerjakan dengan berjama'ah maupun sendirian di rumah, masjid atau tempat shalat lainnya.

Diperbolehkan bagi wanita muslimah mengerjakan shalat dua raka'at dirumah apabila ia tidak ikut shalat berjama'ah. Juga diperbolehkan baginya mengerjakan shalat 'led kapan saja sampai tiga hari pada hari raya 'Idul Fitri dan empat hari pada hari raya 'Idul Adhha. Akan tetapi, yang lebih afdhal mengerjakannya dengan sesegera mungkin. Hal ini untuk mendapatkan pahala yang lebih banyak.

12. Sifat Shalat 'Ied

Pada raka'at yang pertama membaca tujuh kali takbir dan pada raka'at yang kedua lima kali takbir. Pada raka'at pertama, Al-Fatihah dibaca secara jahar (mengeraskan bacaan), dilanjutkan dengan membaca surat Al-A'la. Sedangkan pada raka'at yang kedua, membaca Al-Fatihah (juga dengan mengeraskan bacaan) dan surat Al-Ghaasyiyah. Tidak ada dalil yang menetapkan adanya bacaan yang dibaca antara takbir-takbir di dalam shalat tersebut.

13. Disunnatkan Bersedekah Bagi Kaum Wanita Pada 'Idul Fitri

Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam hadits riwayat Imam Bukhari dari Jabir bin Abdullah, dimana ia berkata:

قام النبي ﷺ يَوْمَ الْفِطْرِ فَصَلَّى، فَبَدَأَ بِالصَّلَاةِ ثُمَّ خَطَبَ. فَلَمَّا فَرَغَ نَزَلَ فَأَتَى النِّسَاءَ فَذَكَرَهُنَّ وَهُوَ يَتَوَكَّأُ عَلَى يَدِ بلال، وَبِلَالٌ بَاسِطٌ ثَوْبَهُ تُلْقِي فِيهِ النِّسَاءُ الصَّدَقَةَ. قُلْتُ لِلْعَطَاءِ: زَكَاة يَوْمَ الْفِطْرُ؟ قَالَ: لَا، وَلَكِنْ صَدَقَةٌ يَتَصَدَّقْنَ حِينَئِذٍ : تُلْقَى فَتحَهَا وَتُلْقِينَ. قُلْتُ: أَثْرَى حَقًّا عَلَى الإِمَامِ ذلِكَ وَيَذْكُرُهُنَّ؟ قَالَ: إِنَّهُ لَحَقٌّ عَلَيْهِمْ، وَمَا لَهُمْ لَا يَفْعَلُونَهُ. رواه البخاري)

"Nabi mengerjakan shalat pada hari raya Idul Fitri. Pertama beliau mengerjakan shalat, lalu berkhutbah. Ketika selesai khutbah, beliau turun dari mimbar dan mendatangi kaum wanita, lalu mengingatkan mereka. Sedang beliau dalam keadaan bersandar pada tangan Bilal. Sementara Bilal sendiri mengembangkan kain jubahnya untuk selanjutnya para wanita itu meletakkan sedekah ke dalamnya. Apakah itu zakat fitri, tanya Jabir kepada Atha'. Atha' menjawab: Tidak, akan tetapi itu adalah sedekah yang dikeluarkan pada hari tersebut. Ada di antara mereka yang melepas cincin dan menyerahkannya dan wanita lainnya meletakkan apa saja yang mereka miliki di baju (kain) yang dibentangkan oleh Bilal. Aku tanyakan lagi: Adakah Imam pada zaman sekarang ini berhak berbuat demikian dan memberikan peringatan kepada kaum wanita? Atha' menjawab: Sesungguhnya yang demikian itu merupakan hak atas mereka. Jadi, mengapa mereka tidak mengamalkannya?" Ibnu Juraij mengatakan, bahwa Hasan bin Muslim pernah meriwayatkan dari Thawus dari Ibnu Abbas, dimana ia berkata: "Aku pernah mengikuti shalat 'Idul Fitri bersama Nabi, Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Utsman bin 'Affan dan Ali bin Abi Thalib. Mereka mengerjakannya sebelum khutbah. Lalu beliau berkhutbah dan selanjutnya berjalan, dimana seakan-akan aku melihat beliau ketika itu menyuruh orang-orang duduk melalui isyarat tangannya. Kemudian mengarahkan wajah kepada mereka dan membelah barisan kaum laki-laki sehingga beliau mendatangi kaum wanita yang tempatnya berada di belakang kaum laki-laki dengan ditemani oleh Bilal. Lalu beliau membacakan ayat: "Wahai Nabi, jika engkau didatangi kaum wanita yang hendak mengadakan bai'at (berjanji setia) kepadamu", sampai akhir ayat. Seusai membacakan ayat tersebut beliau berkata: Kalian adalah orang yang sudah mengadakan bai'at itu. Salah seorang di antara mereka (kaum wanita) menjawab: Benar, kita sudah mengadakan bai'at tersebut. Al-Hasan yang meriwayatkan hadits ini tidak mengetahui siapa wanita yang memberikan jawaban itu. Lalu Nabi bersabda: Jika demikian, maka bersedekahlah kalian. Kemudian Bilal mengembangkan pakaiannya seraya berucap: Marilah, anda semua adalah penebus ayah dan ibuku. Maka wanita-wanita tersebut meletakkan cincin-cincin besar dari emas (yang biasa dipakai pada zaman Jahiliyah), juga meletakkan cincin ukuran biasa di atas pakaian Bilal." (HR. Al-Bukhari)

14. Menempuh Jalan Yang Berbeda

Disunnatkan bagi wanita muslimah untuk berangkat ke tempat pelaksanaan shalat 'led melalui suatu jalan dan kembali pulang menempuh jalan yang lain. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu Anhu, dimana ia bercerita:

كانَ النَّبِيُّ ﷺ إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيق. ورواه البخاري

"Apabila berangkat shalat led, Nabi menempuh jalan yang berbeda dengan jalan yang beliau tempuh pada saat pulang." (HR. Al-Bukhari)

15. Permainan, Perayaan, Nyanyian dan Makan-makan Pada Hari Raya

Tidak ada larangan bagi kaum muslimin untuk memperbanyak makanan dan minuman pada hari raya. Mengadakan permainan pada hari raya ini juga tidak ada larangan, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu Anha, dimana ia menceritakan:

إنَّ الْحَبَشَةَ كَانُوا يَلْعَبُونَ عِندَ رَسُولِ اللهِ ﷺ فِي يَوْمِ عِيْدٍ فَاطَّلَعْتُ مِنْ فَوْقِ عَاتِقِهِ فَطَاطَأ لى مَنْكِبَيْهِ فَجَعَلْتُ أَنظُرُ إِلَيْهِمْ مِنْ فَوْقِ عَاتِقِهِ حَتَّى شَبعْتُ ثُمَّ انصرفت. متفق عليه )

"Pernah ada beberapa orang Habasyi yang bermain di dekat Rasulullah pada suatu hari raya. Lalu aku menyaksikannya dari atas pundak beliau dan beliau pun melebarkan bahunya untukku. Maka aku pun menyaksikan mereka hingga aku merasa puas dan setelah itu aku kembali pulang." (HR. Muttafaqun 'Alaih)

Juga dari 'Aisyah, dimana ia berkata:

دَخَلَ عَلَيْنَا أَبُو بَكْرٍ فِي يَوْمٍ عِيْدٍ وَعِنْدَنَا جَارِيَتَانِ يَذْكُرَانِ يَوْمَ بُعَاثَ يَوْمَ قُتِلَ فِيْهِ صَادِيدُ الأَوْسِ وَالْخَزْرَجِ فَقَالَ أَبُو بَكْرِ: عِبَادَ اللَّهِ أَمُزْمُورُ الشَّيْطَانِ (قَالَهَا ثَلانًا). فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ : يَا أَبَا بَكْرٍ إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِبْدًا وَإِنَّ الْيَوْمَ لعِيدُنَا .

"Abu Bakar pernah masuk menemui kami pada hari raya, sedang bersama kami dua orang wanita yang tengah bernyanyi nyanyian Bu'ats, dimana Rasulullah tengah berbaring di atas tempat tidur sembari menghadapkan mukanya ke dinding. Kemudian, sembari masuk Abu Bakar berkata: Seruling syaitan berada di samping Nabi! Maka Rasulullah pun berbalik mengarahkan wajahnya kepada Abu Bakar seraya berkata: Wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum itu mempunyai hari raya dan inilah hari kegembiraan bagi kita." (HR. Bukhari)

16. Ziarah Kubur Pada Hari Raya

Ziarah kubur pada hari raya merupakan bid'ah yang tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan juga para sahabatnya. Karena, 'led adalah hari kebahagiaan dan kegembiraan, sedangkan ziarah kubur hanya akan membuat suasana duka. Untuk itu sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.

17. Mengucapkan Selamat Pada Hari Raya

Disunnatkan bagi kaum muslimin dan muslimat pada hari raya ini memberikan ucapan selamat. Hal ini berdasarkan pada hadits dari Jubair bin Nufail. dimana ia berkata:

كان أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ ﷺ إِذَا التَقَوْا يَوْمَ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْض: تقبل الله منا ومنك.

"Apabila para sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa sallam bertemu pada hari raya, maka mereka saling mengucapkan: Taqabballallahu Minna wa Minkum." (Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, isnad hadits ini berstatus hasan)

Post a Comment for "Shalat 'Idul Fitri dan 'Idul Adhha"