Etika Dalam Shalat

Wahyu Ayatullah
0


kita pintar


Etika Dalam Shalat

A. Perbedaan Antara Laki-laki dan Wanita dalam Shalat

Dalam shalat, antara laki-laki dan wanita tidak terdapat perbedaan, kecuali bahwa wanita diperintahkan untuk merapatkan tubuhnya pada saat ruku' dan sujud serta pada saat duduk bersilang kaki atau meletakkan kedua kakinya di samping kanan.

Tidak disunnatkan bagi wanita muslimah untuk merenggangkan tubuhnya dalam shalat seperti yang kami contohkan dalam sifat shalat Rasulullah. Karena, wanita itu adalah aurat, sehingga disunnatkan baginya merapatkan tubuh agar lebih tertutupi. Sebab, jika merenggangkan tubuhnya, maka akan terlihat sebagian dari anggota tubuh yang seharusnya ditutupi. Demikian halnya ketika duduk. Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu berkata: "Apabila wanita muslimah mengerjakan shalat, maka hendaklah duduk di atas lutut dan merapatkan pahanya."

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhu disebutkan, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah memerintahkan wanita muslimah untuk duduk bersilang kakinya dalam shalat.

B. Berjalan Menuju Tempat Shalat

Disunnatkan bagi seorang muslim/h berangkat shalat dengan rasa takut, khusyu' dan tenang serta memendekkan langkahnya guna memperbanyak kebajikan. Karena, setiap langkah ditetapkan sebagai kebajikan baginya. Akan tetapi, dimakruhkan bagi wanita muslimah menjalin tangan ketika berjalan, sebagaimana yang diriwayatkan dari Ka'ab bin Ujrah bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersadab:

إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ ثُمَّ خَرَجَ عَامِدًا إِلَى الْمَسْجِدِ فَلَا يَسْكَنَّ بَيْنَ يَدَيْهِ فَإِنَّهُ فِي صَلَاةٍ. رواه أبو داود

"Apabila salah seorang di antara kalian berwudhu', lalu melakukannya dengan sebaik-baiknya, kemudian melangkahkan kaki pergi ke masjid, maka hendaklah ia tidak menjalin kedua tangannya. Karena, ia (dianggap) dalam keadaan shalat." (HR. Abu Dawud)

C. Bacaan dalam Perjalanan Menuju Tempat Shalat

Dalam perjalanan menuju tempat shalat disunnatkan membaca bacaan berikut ini:

اللهم اجعل فِي قَلْبِي نُوْرًا، وَفِى لِسَانِى نُورًا، وَاجْعَلْ فِي سَمْعِي نُورًا، وَاجعَلْ فِي بَصَرِى نُوْرًا، وَاجْعَلْ مِنْ خَلْفِى نُوْرًا، وَمِنْ أَمَامِي نُوْرًا، وَاجْعَلْ مِنْ فَوْقِى نُوْرًا، وَمِنْ تَحْتِى نُورًا، وَاعْطِنِي نُوْرًا. ورواه مسلم 

"Ya Allah, jadikanlah cahaya di dalam hati, lidah, pendengaran dan pandanganku, serta jadikanlah cahaya di belakang, depan, atas dan bawahku. Berikanlah cahaya itu padaku." (HR. Muslim)

D. Bacaan Ketika Masuk dan Keluar Masjid

Ketika memasuki masjid, hendaklah seorang muslim/h mendahulukan kaki kanan dan ketika keluar mendahulukan kaki kiri. Diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Hamid dan Abu Usaid, dimana keduanya menceritakan, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda:

إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ، فَإِذَا خَرَجَ فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ.

"Apabila salah seorang di antara kalian memasuki masjid, maka hendaklah ia membaca: Allahummaftahlii Abwaaba Rahmatika (Ya Allah, bukakanlah pintu-pintu rahmat-Mu bagiku). Sedang apabila keluar dari masjid, hendaklah ia membaca: Allahumma As-aluka min Fadhlika (Ya Allah, sesungguhnya aku memohon anugerah kepada-Mu)." (HR. Muslim)

Dari Fathimah binti Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, ia menceritakan:

كَانَ رَسُولُ اللهِ الله إِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ صَلَّى عَلَى مُحَمَّدٍ وَقَالَ: رَبِّ اغْفِرْلى ذُنُوبِي وَافْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ. وَإِذَا خَرَجَ صَلَّى عَلَى مُحَمَّدٍ وَقَالَ: رَبِّ اغْفِرْ لِي وَافْتَحْ لِي أَبْوَابَ فَضْلِكَ.

"Apabila Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memasuki masjid beliau bershalawat atas dirinya dan mengucapkan: Rabbighfirlii waftah lii Abwaaba rahmatika (Ya Rabbku, ampunilah aku dan bukakanlah pintu-pintu rahmat-Mu bagiku). Dan apabila keluar masjid beliau bershalawat atas dirinya dan mengucapkan: Rabbighfirlii waftah lii Abwaba Fadhlika' (Ya Rabbku, ampunilah aku dan bukakanlah pintu-pintu anugerah-Mu bagiku).'

Apabila memasuki masjid, Rasulullah tidak langsung duduk, melainkan shalat dua raka'at. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Oatadah, bahwa Rasulullah pernah bersabda:

إِذَا دَعَل أَحَدُكُم الْمَسْجِدَ فَلا يَحْلِسُ حَتَّى يَرْكَعَ رَكْعَتَيْنِ. متفق عليه 

"Apabila salah seorang di antara kalian memasuki masjid, maka hendaklah ia tidak duduk sehingga melakukan shalat dua raka'at." (HR. Muttafaqun 'Alaih)

Setelah mengerjakan shalat dua raka'at, maka hendaklah seorang muslim/h duduk menghadap kiblat, lalu berdzikir kepada Allah atau membaca Al-Qur'an atau berdiam diri dengan tidak menjalinkan jari-jemari kedua tangan. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu Sa'id Al-Khudri, dari Rasulullah, dimana beliau pernah bersabda:

إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ فِى الْمَسْجِدِ فَلَا يَسْكَنَّ ، فَإِنَّ النِّشْبِيْكَ مِنَ الشَّيْطَانِ، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ فِى صَلَاةٍ مَا كَانَ فِي الْمَسْجِدِ حَتَّى يَخْرُجَ مِنْهُ. رواه أحمد الله

"Apabila salah seorang di antara kalian berada di dalam masjid, maka hendaklah ia tidak menjalinkan jari-jemarinya. Karena, hal itu termasuk perbuatan syaitan. Sebab sesungguhnya kalian masih berada dalam perhitungan pahala shalat selama masih berada di dalam masjid sampai keluar darinya (masjid)." (HR. Ahmad)

E. Berjalan di Hadapan Orang Yang Mengerjakan Shalat

Tidak diperbolehkan bagi seorang muslim/h berjalan di hadapan orang yang sedang mengerjakan shalat kecuali jika ada atau terdapat sutrah (pemisah) di antaranya. Namun demikian, tidak diperbolehkan berjalan di antara orang yang shalat dengan sutrah tersebut, tetapi dibolehkan berjalan dibalik sutrah itu. Sebagaimana Sabda Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam:

لأَنْ يَقِف أَحَدُكُمْ مِائَةَ عَامٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْ أَعِيْهِ وَهُوَ يُصَلِّي.

"Lebih baik salah seorang di antara kalian berdiri seratus tahun daripada berjalan di hadapan saudaranya yang sedang shalat." (HR. Muslim)

Apabila ada anak kecil maupun orang dewasa atau juga hewan yang berjalan di hadapan seseorang yang sedang shalat, maka hendaklah orang tersebut mencegahnya. Sebagaimana diriwayatkan dari 'Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya:

أنَّ النبي الله صَلَّى إِلَى حِدَارٍ فَاتَّخَذَهُ قِبْلَةً وَنَحْنُ خَلْقَهُ فَجَاءَتْ بَهِيمَةٌ تَمُرُّبَيْنَ يَدَيْهِ فَمَا زَالَ يُدَارِلُهَا حَتَّى لَصِقَ بَطْنَهُ بِالْجِدَارِ فَمَرَّتْ مِنْ وَرَائِهِ. ورواه احمد

"Bahwa Nabi pernah mengerjakan shalat menghadap ke dinding sebagai arah kiblat, sedang kami berada di belakang beliau. Lalu datang seekor hewan berjalan di hadapan beliau. Beliau berusaha mengusirnya sampai menempelkan perutnya ke dinding dan hewan itu berjalan di belakangnya." (HR. Ahmad)

Berjalan di hadapan seorang muslim/h yang sedang mengerjakan shalat akan mengurangi nilai shalatnya. Apabila tidak memungkinkan baginya untuk mencegahnya, maka shalatnya tetap sempurna.

F. Hal-hal Yang Boleh Dilakukan Muslim/h dalam Shalat

a. Diperbolehkan bagi seorang muslim/h memberikan isyarat dengan tangan maupun mata, sebagaimana yang diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu:

أَنَّ النبيَّ ﷺ كَانَ يُشيرُ فِي الصَّلاةِ. رواه الدارقطني

"Bahwa Rasulullah pernah memberikan isyarat di dalam shalatnya."(HR. Daruquthni dengan isnad shahih)

b. Juga diperbolehkan baginya membunuh ular, kalajengking dan kutu.

Hal ini didasarkan pada hadits berikut ini:

أَنَّ النَّبِي الله أَمَرَ بِقَتلِ الأَسْوَدَيْنِ فِي الصَّلاَةِ. رواه أبو داود والترمذى

"Nabi pernah memerintahkan untuk membunuh dua binatang hitam (ular dan kalajengking) dalam shalat." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Imam Tirmidzi mengatakan, hadits ini hasan shahih.

c. Diperbolehkan juga melakukan sesuatu yang ringan atas sesuatu yang lebih penting, sebagaimana diriwayatkan dari Aisyah, berikut ini:

كَانَ رَسُولُ اللهِ لا يُصَلِّى وَالْبَابُ مُغلَقٌ فَاسْتَفْتَحْتُ فَمَشَى فَفَتَحَ لِى ثُمَّ رَجَعَ إِلَى مُصَلاهُ. رواه أبو داود

"Pernah Rasulullah shalat, sedang pintu dalam keadaan tertutup. Lalu aku meminta dibukakan. Maka beliau pun berjalan untuk membukakan pintu bagiku dan kemudian kembali mengerjakan shalat." (HR. Abu Dawud)

d. Diperbolehkan juga menggendong anak kecil ketika mengerjakan shalat, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah menggendong Umamah, puteri Zainab.

e. Apabila ada sesuatu yang jatuh dari pakaiannya, maka diperbolehkan

bagi seorang muslim/h yang sedang shalat untuk mengangkatnya. Akan tetapi, apabila hal ini dilakukan dalam waktu yang lama, maka shalatnya menjadi batal sedang apabila hal ini dilakukan secara terpisah-pisah, maka tidak membatalkan shalat.

G. Apabila Waktu Shalat Tiba Ketika Makanan Dihidangkan

Apabila makanan telah dihidangkan berbarengan dengan waktu shalat, maka dianjurkan untuk mendahulukan makan, agar dengan demikian dapat menenangkan hati. Aisyah berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

لا صَلاةَ بحَضْرَةِ طَعَامِ. رواه مسلم

"Tidak (didahulukan) shalat jika makanan telah dihidangkan."

Baik itu dalam shalat berjama'ah maupun shalat-shalat lainnya. Namun demikian, apabila seorang muslim/h meninggalkan makanan dan mendahulukan shalat, maka shalatnya tetap dianggap sah.

H. Apabila Waktu Shalat Tiba Ketika Hendak Buang Air

Apabila seorang muslim/h ingin buang air kecil maupun besar yang berbarengan dengan masuknya waktu mengerjakan shalat, maka hendaklah ia mendahulukan membuang hajatnya, Setelah selesai, berwudhu' kembali dan laksanakan shalat, baik shalat berjama'ah maupun tidak. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari Tsauban, bahwa Rasulullah telah bersabda:

لا يحل لإمْرِى أَنْ يَنْظُرَ فِى خَوْفِ بَيْتِ امْرِي، حَتَّى يَسْتَأْذِنَ، وَلَا يَقُوْمُ إِلَى الصَّلاةِ وَهُوَ حَاقِنٌ.

"Tidak diperbolehkan bagi seseorang melihat ke dalam rumah orang lain sehingga ia meminta izin, dan tidak mengerjakan shalat ketika ingin membuang hajat" (HR. Tirmidzi)

Imam Tirmidzi mengatakan, bahwa hadits ini bersetatus hasan.

Hal itu berarti, tidak diperkenankan bagi Seorang muslim/h mengerjakan shalat, sedang pada dirinya terdapat sesuatu yang mengganggu kekhusyu'annya.

Namun demikian, apabila ia mampu menahan sesuatu sampai selesai shalat, maka shalatnya tetap sah.

I. Shalat dengan Menggendong Anak.

Diperbolehkan bagi muslim/h menggendong anaknya yang laki-laki maupun perempuan di dalam shalat dan shalatnya tetap sah. Karena, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah mengerjakan shalat dengan menggendong Umamah binti Abi Al-'Ash." (HR. Muttafaqun 'Alaih)


J. Shalatnya Muslim/h di Atas Semua Alas Yang Bersih


Muslim/h diperbolehkan shalat di atas tikar yang pada bagian ujungnya terkena najis, selama najis tersebut tidak mengenai badannya ketika sedang shalat. Apabila ia mengerjakan shalat di tempat yang najis, sedang ia tidak mengetahui bahwa tempat tersebut najis, maka shalatnya tetap sah. Demikian juga jika ia ragu akan kenajisan suatu tempat, maka shalatnya tetap sah, Sebab, hukum asalnya menetapkan bahwa keraguan itu tidak membatalkan wudhu'. Akan tetapi, apabila mengetahui kenajisan tempat tersebut pada saat ia melaksanakan shalatnya, maka shalatnya menjadi batal (harus dibatalkan).




Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)