Najis

Wahyu Ayatullah
0

  

kitapintar


Najis adalah bentuk kotoran yang setiap muslim diwajibkan  untuk membersihkan diri darinya atau mencuci bagian yang terkena olehnya. Mengenai hal ini, Allah Subhanallahu wa Ta'ala telah berfirman: "Dan bersihkanlah pakaianmu." (Al-Muddatsir : 4)

Dalam surat lain, Allah juga berfirman: 

"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang mensucikan diri." (Al-Baqarah: 222)

Sedangkan Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda : "Kesucian itu sebagian dari iman ." HR. Muslim

1. Anjing 

 Anjing adalah hewan yang dihukumi najis. Sesuatu atau benda yang terjilat olehnya harus dicuci sebanyak tujuh kali, yang salah satunya adalah dengan menggunakan (dicampur) tanah. Hal ini didasarkan pada hadits dari Abdullah bin Mughafal, bahwa Rasulallah pernah bersabda :

  " Apabila ada anjing menjilati bejana salah seorang di antara kalian, maka hendaklah ia mecucinya sebanyak tujuh kali dengan air dan campurilah dengan tanah, untuk yang kedelapan kalinya." (HR. Muttafaqun 'Alaih)

 Sedangkan menurut apa yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, bahwa Rasulallah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah bersabda : 

 "Apabila ada anjing yang meminum air dari dalam bejana salah seorang diantara kalian, maka hendaklah ia mencucinya sebanyak tujuh kali." (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan Baihaqi)

 Dibersihkannya bekas jilatan anjing ini adalah; karena najisnya terletak pada mulut dan air liurnya. Adapun bulu anjing adalah suci (jika ia berada dalam keadaan kering) dan tidak ada ketetapan yang menyebutkannya sebagai najis. Apabila ada anjing yang meminum air dari suatu bejana seorang muslim, maka tempat (bejana tersebut) harus dicuci sebanyak tujuh kali, yang salah satunya menggunakan tanah, sebagimana yang telah disebutkan dalam hadits di atas. sedangkan apabila ada anjing menjilat makanan yang keras atau beku, maka bagian yang terjilat dan sekelilingnya harus dibuang (dipisahkan) dan sisanya boleh dimakan, karena masih tetap suci.

2. Babi

 Babi merupakan hewan yang tubuhnya secara keseluruhan adalah di hukumi najis, sebagaimana difirmankan Allah Azza wa Jalla : 

 "Katakanlah 'Tiada aku peroleh dalam wahyu yang diturunkan kepada ku sesuatu yang di haramkan bagi orang yang hendak mrmakannya, kecuali kalau makanan itu berupa bangkai, darah yang mengalir maupun daging babi. Karena kesemuanya itu adalah kotor." (Al-An'am : 145)

 Demikian juga pada firmanNya yang lain disebutkan : 

 "Diharamkan bagi kalian (makanan) bangkai, darah dan daging babi." (Al-Maidah : 3) 

Hendaklah kita semua mengetahui, bahwa menurut kesepakatan para ulama babi itu najis. Akan tetapi diperbolehkan menjahit dengan menggunakan bulu babi.

3. Kotoran dan Kencing Hewan Yang Haram Dimakan Dagingnya

  Setiap binatang yang tidak boleh (haram) dimakan dagingnya menurut syari'at islam seperti keledai dan bighal, maka semua yang keluar dari binatang-binatang tersebut adalah najis, baik itu kotoran ataupun kencingny. hal ini didasarkan pada hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dimana ia berkata: 

 "Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam pernah buang air besar, lalu beliau menyuruhku membawakan tiga batu untuk beliau. Akan tetapi, aku hanya mendapatkan tiga batu saja. Selanjutnya aku mencari batu yang ketiga, namun tidak juga mendapatkannya. Lalu aku mengambil kotoran dan aku membawanya kepada beliau. Maka beliau hanya mengambil dua batu saja dan membuang kotoran tersebut seraya berkata: ini adalah kotoran (tidak dapat dipergunakan untuk bersuci). " (HR. Bukhari, Ibnu Majjah dan Ibnu Khuzaimah)

Dalam riwayat yang lain ditambahkan dengan lafadzh sebagai berikut: "Sesungguhnya itu adalah najis, karena merupakan kotoran keledai. " 

Akan tetapi, sedikit darinya dapat dimanfaatkan pada saat berada dalam kondisi kesulitan (mencari benda yang dapat digunakan untuk bersuci). 

Mengenai air kencing yang tidak dapat dimankan ( diharamkan memakannya) seperti bighal, keledai/kuda, dalam hal ini para sahabat pernah terkena kecing binatang-binatang tersebut pada beberapa peperangan yang mereka ikuti, akan tetapi, mereka dalam hal ini tidak mencuci tubuh / pakaian yang terkena kencing itu. 

Sedangkan mengenai binatang yang boleh fi makan dagingnya, maka kotoran dan kencingnya adalah suci dan tidak ada Nash yang menetapkan akan kenajisannya. Ibnu Taimiyah pernah mengatakan : " tidak seorangpun dari para sahabat yang menyatakan kenajisan binatang yang halal dimakan dagingnya." Pernyataan yang menyatakan kenajisannya merupakan pendapat baru. Dengan demikian, yang keluar dari unta, sapi, kambing dan seluruh binatang yang jinak bukanlah merupakan suatu yang dihukumi najis (sebagaimana najisnya babi). Sedangkan mencuci kotoran tersebut hanyalah merupakan usaha untuk membersihkannya saja.

4. Hewan Jalalah (Liar)

 Jalalah adalah hewan liar yang memakan kotoran, baik kotoran unta, sapi, kambing, angsa dan lain-lainnya. sehingga hewan tersebut berubah baunya. Semua yang keluar dari hewan tersebut adalah najis, dagingnya tidak boleh dimakan dan air susunya tidak boleh diminum, serta tidak boleh di jadikan sebagai hewan tunggangan (dinaiki punggungnya).

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu, iya menceritakan : " Rasulallahu Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang minum air susu jalalah. " 

Sedangkan dalam sebuah riwayat yang lain juga disebutkan sebagai berikut:

"Rasulallahu Alaihi wa Sallam melarang menunggai hewan jalalah." (HR. Abu Daud)

Akan tetapi, jika hewan jalalah ini di tangkarkan serta di berikan makanan yang suci sehingga dagingnya menjadi baik dan bau busuknya pun hilang, maka hewan ini menjadi halal untuk di makan. sementara sebutan jalalah padanya pun menjadi hilang dengan sendirinya dan selanjutnya kembali suci secara lahir maupun batin.

5. Khamer

 Menurut jumhur ulama, khamer itu di hukimi najis. Pendapat ini didasarkan pada firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

" Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamer, berjudi, (berqurban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan panah, kesemuanya itu adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu, agar kalian mendapat keberuntungan." (Al-Maidah:90)

Sekelompok ulama ada yang menyatakan, bahwa khamer itu pada dasarnya suci. Dalam hal ini mereka mengartikan "perbuatan keji" pada ayat tersebut sebagai "perbuatan keji" dalam pengertian maknawi. Karena, lafazh rijsun (perbuatan keji) itu merupakan khobar (predikat) dari khamer dan yang di 'athafkan padanya serta sama sekali secara tidak disifati sebagai najis inderawi.

6. Wadi

 Wadi adalah cairan kental yang biasanya keluar setelah seseorang selesai dari buang air kecilnya (kencing). Wadi ini dihukumi najis dan harus disucikan seperti halnya kencing, akan tetapi tidak wajib mandi. Mengenai hal ini, Aisyah Radhiyallahu Anha mengatakan :

"Wadi itu keluar setelah proses kencing selesai. Untuk itu hendaklah seorang muslim/h mencuci kemaluannya (setelah keluar wadi) dan berwudhu serta tidak diharuskan untuk mandi." (HR. Ibnu Mundzir)

7. Madzi

 Madzi adalah cairan bening sedikit kental yang keluar dari saluran kencing ketika bercumbu atau nafsu syahwat mulai terangsang. terkadang seseorang tidak merasakan akan proses keluarnya.  Hal itu sama-sama di alami oleh laki-laki dan juga wanita, akan tetapi pada wanita jumlahnya lebih banyak. Menurut kesepakatan para ulama, madzi ini dihukumi najis. Apabila madzi ini mengenai badan, maka harus dibersihkan dan apabila mengenai pakaian, maka cukup hanya dengan menyiramkan air pada bagian yang terkena.

8. Kencing dan Muntah Manusia

 Menurut kesepakatan para ulama, keduanya adalah najis.  Rasulallah Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan keras memperingatkan supaya menghindarinya, dimana beliau bersabda : 

"Bersucilah dari kencing, karena pada umumnya adzab kubur itu didapat dari sebab air kencing." 

Akan tetapi, beliau memberikan keringanan pada kencing yang keluar dari kemaluan seorang banyi yang belum memakan makanan lain, selain hanya meminum air susu ibunya. Sedangkan apa bila telah memakan makanan yang lain, maka hal ini wajib untuk di cuci., dimana tidak ada perbedaan pendapat dari para ulama mengenai masalah ini.

 Adapun mengenai muntah, tidak ada satu dalilpun  yang menajiskannya.

9. Darah 

  Yang dimaksud dengan darah disini adalah darah haid, pendarahan yang dialaminoleh seorang wanita yang tengah hamil, nifas maupun darah yang mengalir ; misalnya darah yang mengalir dari hewan yang disembelih. menurut ijma' ulama, seluruh darah tersebut adalah najis, tetapi di maafkan jika terkena sedikit saja darinya. Sedangkan darah yang terdapat pada urat (dari daging hewan yang disembelih) juga diberikan keringanan dan dimaafkan. Aisyah Radhiyallahu Anha berkata:

 "Kami pernah makan daging. Sedang padanta masih terdapat darah yang menempel pada kuali."

Adapun  Abu Hurairah berpendapat bahwa keluarnya darah satu atau dua percikan ketika dalam melaksanakan shalat tidak membatalkan shalat tersebut.

Juga diberikan keringanan pada nanah, darah bisul dan darah kutu. Namun diutamakan agar sedapat mungkin seseorang menghindarinya. Karena pada dasarnya,  Islam merupakan agama yang menjungjung tinggi kebersihan. Ibnu Taimiyah mengatakan: " Diwajibkan mencuci pakaian yang terkena nanah. Walaupun tidak terdapat satu dalil pun yang menajiskannya. Karena, yang terbaik adalah agar setiap orang sedapat mungkin menghindarinya."

10. Mani

  Mengenai mani, terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama, yang mana dari sebagian mereka menganggapnya najis. Yang jelas ia tetap suci. Akan tetapi disunnahkan mencucinya apabila basah dan cukup dengan menggaruknya apabila dalam keadaan (telah) kering.

  Aisyah Radhiyallahu Anha pernah berkata: "Aku selalu menggaruk mani dari pakaian Rasulallah apabila dalam keadaan kering dan mencucinya apabila dalam keadaan basah." (HR. Daruquthni, Abu Awanah dan Al-Bazzar)

11. Bangkai

  Yang dimaksud dengan bangkai disini adalah setiap hewan yang mati tanpa melalui proses penyembelihan yang disyari'atkan oleh Islam dan juga potongan tubuh dari hewan yang di potong atau terpotong dalam keadaan masih hidup. Hal ini sebagaimana yang di firmankan Allah Subhanahu wa Ta'ala:

" Diharamkan bagi kalian (memakan) bangkai" (Al-Maidah:3)

Sedangkan dalam hadits juga disebutkan dari Abu Waqid Al-Laitsi, ia menceritakan ; Rasulallah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda : 

"Bagian yang dipotong dari bintang yang masih hidup adalah bangkai'." (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

  Mengenai bangkai ini ada beberapa pengecualian, diantaranya:

a. Bangkai ikan dan belalang, keduanya termasuk suci. Hal ini sebagaimana disabdakan  Rasulallah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengenai laut yaitu : "Air laut itu suci dan mensucikan, bangkai ikannya pun halal untuk di makan."

b.  Bangkai yang tidak memiliki darah yang mengalir seperti semut, lebah dan lainnya. Bangkai hewan-hewan jenis ini suci. Apabila jatuh pada sesuatu lalu ia mati, maka bangkainya tidak menyebabkan sesuatu itu menjadi najis. Ibnu Al-mundzir mengatakan : " Aku tidak mengetahui adanyabperbedaab pendapat dari para ulama mengenai kesucian bangkai hewan-hewan tersebut, kecuali apa yang diriwayatkan dari Imam Asy-Syafi'i, dimana menurut pendapatnya ; bangkai hewan-hewan tersebut tetap najis adanya. Akan tetapi, apabila terjatuh kedalam air dan tidak merubah sifat-sifatnya, maka hal ini di maafkan.

c.  Tulang, tanduk dan bulu bangkai, yang kesemuanya itu adalah suci. Sedangkan kulit bangkai tetap suci apabila telah di samak (dikeringkan). Hal ini didasarkan pada hadits berikut ini: 

"Apabila kulit telah disamak, maka keberadaannya telah dinyatakan suci." 

d.  Hati dan limpa (yang merupakan darah beku) hewan yang halal dimakan dan yang disembelih sesuai dengan syari'at, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang di riwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhu, dimana ia menceritakan ; Rasulallah pernah bersabda:" dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah. Dua bangkai itu adalah segala jenis ikan yang hidup di air dan bangkai belalang. Sedangkan dua darah itu adalah hati dan limpa." (HR.Ahmad, Asy-Syafi'i, Ibnu Majah, Al-Baihaqi dan Daruquthni) Hadits ini bersetatus dha'if, akan tetapi imam Ahmad menshahihkan dan menyetujuinya.

12. Sisa Air Minum 

  Yaitu air yang tersisa didalam bekas tempat air minum. Mengenai status air ini ada beberapa macam, diantaranya: 

a. Sisa air minum anjing dan babi

  Sisa air minum kedua binatang ini adalah najis dan harus di hindari.

b. Sisa air bighal, keledai dan binatang buas

  Sisa air minum hewan-hewan itu suci. Hal ini didasarkan pasa hadits dari Jabir Radhiyallahu Anhu, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam : " Beliau pernah ditanya: Apakah kami boleh berwudhu dengan sisa air minum keledai.? Beliau menjawab: Boleh, demikian juga sisa air seluruh binatang buas." (HR. Asy-Syafi'i, Darulquthni dan Al-Baihaqi) Al-Baihaqi mengatakan:"Hadits ini memiliki beberapa isnad  yang apabila dipadukan akan menjadi kuat."

c. Sisa air minum kucing

  Perlu diketahui oleh kita semua, bahwa sisa air minum kucing itu suci. Hal ini sesuai dengan hadits dari Kabsyah binti Ka'ab, menantu perempuan Abu Qatadah, bahwa abu Qatadah pernah datang kepadanya, dan ia pun (Kabsyah) menyiapkan air wudhu untuk Abu Qatadah. Lalu seekor kucing hendak minum, dan Abu Qatadah memiringkan bejana itu sehingga semakin mudah bagi kucing tersebut meminumnya. Kabsyah berkata: " Abu Qatadah mengetahui kalau aku melihatnya. Karenanya ia berkata: ' Apakah engkau heran, wahai putri saudaraku? 'ya, jawabku. Selanjutnya Abu Qatadah berkata, Rasulallah pernah bersabda: ' Sesungguhnya kucing itu termasuk di antara binatang piaraan yang mengelilingimu'." (HR. Khamsah)

d. Sisa air minum orang

  Sisa air minum orang lain, baik muslim atau kafir, tengah berada dalam keadaan junub atau dalam keadaan haid adalah suci. Sedangkan mengenai firman Allah Azza wa Jalla berikut ini yang artinya: "Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis." Maksudnya adalah najis secara akidah.


Wallahu 'Alam..

Post a Comment

0Comments

Please Select Embedded Mode To show the Comment System.*