BAB SHALAT WITIR
1. Hukum Shalat Witir
Shalat witir merupakan sunnat mu'akkadah. Menurut pendapat Imam Ahmad, bagi siapa yang meninggalkan shalat witir, maka ia termasuk orang yang lalai dan kesaksiannya tidak dapat diterima. Dalam hal ini Imam Ahmad bermaksud untuk mengungkapkan penekanannya, akan tetapi tetap tidak menjadi kewajiban. Secara jelas telah disebutkan di dalam riwayat Imam Hanbali, dimana beliau mengucapkan: "Shalat witir itu bukanlah ibadah yang diwajibkan. Artinya, jika menghendaki, seseorang boleh mengerjakan dan jika tidak maka diperbolehkan untuk meninggalkannya." Yang demikian itu karena Nabi senantiasa mengerjakannya, baik ketika bepergian maupun tidak. Diriwayatkan dari Abu Ayyub, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
الوِتْرُ حَقٌّ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوْتِرَ بِخَمْسٍ فَلْيَفْعَلْ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوْتِرَ بِثَلَاثٍ فَلْيَفْعَلْ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوْتِرَ بِوَاحِدَةٍ فَلْيَفْعَلْ. ورواه أبو داود
"Witir itu adalah ibadah yang dianjurkan. Barangsiapa suka mengerjakannya sebanyak lima raka'at, maka hendaklah ia mengerjakannya. Bagi siapa yang suka mengerjakan tiga raka'at, maka hendaklah ia mengerjakannya dan barangsiapa suka mengerjakan satu raka'at, maka hendaklah ia mengerjakannya." (HR. Abu Dawud)
2. Waktu Shalat Witir
Menurut ijma' ulama, waktu shalat witir adalah sesudah shalat Isya' dan sebelum terbitnya fajar. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah:
إِنَّ اللَّهَ زَادَكُمْ صَلَاةً، وَهِيَ الْوِتْرُ فَصَلُّوْهَا فِيْمَا بَيْنَ صَلَاةِ الْعِشَاءِ إِلَى صَلَاةِالْفَجْرِ. رواه أحمد كم
"Sesungguhnya Allah menambahkan shalat bagi kalian, yaitu shalat witir. Karenanya, kerjakanlah ia sesudah melaksanakan shalat Isya' sampai menjelang masuknya waktu shalat Subuh." (HR. Ahmad)
Apabila ada muslim/h yang mengerjakan shalat witir sebelum shalat Isya', maka shalatnya tidak sah, karena dikerjakan sebelum waktunya.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:
وَاجْعَلُوا أَخِر صَلَاتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا. (متفق عليه)
"Akhirilah shalat kalian pada malam hari dengan witir." (HR. Muttafaqun 'Alaih)
3. Waktu Shalat Witir Yang Lebih 'Afdhal
Waktu yang lebih afdhal untuk mengerjakan shalat Witir adalah akhir malam. Hal itu berdasarkan ucapan Aisyah Radhiyallahu Anha:
مِنْ كُلِّ اللَّيْلِ أَوْتَرَ رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ فَانتَهَى ، وترهُ إِلَى السَّحْرِ. متفق عليه
"Setiap malam Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengerjakan shalat Witir dan berakhir sampai akhir malam (sebelum terbit fajar)." (HR. Muttafaqun 'Alaih)
Juga berdasarkan pada hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi wa sallam, di mana beliau berasabda:
اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِثرًا. رواه مسلم
"Akhirilah shalat kalian pada malam hari dengan witir." (HR. Muslim)
Disunnatkan bagi muslim/h mengakhirkan shalat Witir, karena shalat akhir malam itu disaksikan oleh malaikat. Oleh karena itu, barangsiapa mengerjakan shalat Tahajud, maka hendaklah dia mengakhirinya dengan shalat Witir, karena Nabi telah melakukan hal tersebut.
4. Disunnatkan Untuk Menyegerakan Shalat Witir
Bagi muslim/h yang khawatir akan kehilangan shalat witir karena suatu sebab, maka hendaklah ia mengerjakannya pada awal waktunya. Telah diriwayatkan oleh Abu Dawud, bahwa Nabi pernah bertanya kepada Abu Bakar: "Kapan engkau mengerjakan shalat witir? Abu Bakar menjawab: Aku mengerjakannya pada awal malam. Kemudian beliau juga bertanya kepada Umar bin Khaththab, kapan engkau mengerjakan shalat witir? Umar menjawab: Aku mengerjakannya pada akhir malam. Maka beliau berkata kepada Abu Bakar: Aku menilai, yang ini (Abu Bakar) karena adanya kemauan keras dan yang ini (Umar) karena adanya kekuatan."
Dengan kata lain, diperbolehkan bagi muslim/h mengerjakan shalat witir setelah pelaksanaan shalat Isya'. Mengenai hal ini tidak ada perbedaan pendapat.
Akan tetapi tidak diperbolehkan bagi muslim/h mengerjakan shalat Witir dua kali dalam satu malam. Karena, Rasulullah bersabda:
لا وِثْرَانِ فِي لَيْلَةٍ. رواه أبو داود والترمذي
"Tidak ada dua witir dalam satu malam." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Imam Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini berstatus hasan shahih.
5. Jumlah Raka'at Shalat Witir
Dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda: "Shalat witir itu berjumlah tiga belas raka'at, sebelas raka'at, sembilan raka'at, tujuh raka'at, tiga raka'at atau satu raka'at" (HR. Tirmidzi)
Sedangkan Ishaq bin Ibrahim berpendapat: "Tiga belas raka'at yang dikerjakan oleh Rasulullah seperti yang disebutkan dalam sebuah hadits, adalah shalat malam yang sudah termasuk di dalamnya shalat witir." Sementara dari
Aisyah Radhiyallahu Anha, ia menceritakan:
كَانَ رَسُولُ اللهِ لا يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ ثَلَاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً يُوْتِرُ مِنْ ذَلِكَ بِحَمْسِ لَا يَجْلِسُ فِي شَيْءٍ مِنْهَا إِلَّا فِي آخِرِهَا. (متفق عليه)
"Rasulullah mengerjakan shalat pada malam hari sebanyak tiga belas raka'at, dengan lima raka'at witir. Beliau tidak duduk, melainkan pada akhir raka'at." (HR. Muttafaqun 'Alaih)
Diperbolehkan bagi muslim/h mengerjakan shalat witir dua raka'at dua raka'at, atau mengucapkan salam pada setiap dua raka'at. Kemudian beliau melaksanakan satu raka'at dengan satu tasyahud dan satu salam. Muslim/h juga diperbolehkan untuk mengerjakan ke tigabelas raka'at tersebut dengan dua kali tasyahud dan satu salam. Yaitu, dengan mengerjakan kesuluruhan dari raka'at secara berturut-turut, tanpa tasyahud kecuali pada raka'at ke dua belas dan ke tigabelas (terakhir), sebagaimana dalam pelaksanaan shalat maghrib. Di samping itu juga diperbolehkan untuk mengerjakan shalat witir satu kali tasyahud dan satu kali salam, yaitu pada raka'at yang terakhir.
6. Bacaan Dalam Shalat Witir
Disunnatkan bagi muslim/h pada raka'at pertama untuk membaca Al-Fatihah dan surat Al-A'la, pada raka'at kedua surat Al-Fatihah dan Al-Kafirun serta pada raka'at yang ketiga membaca Al-Fatihah dan surat Al-Ikhlash. Imam Asy-Syafi'i menambahkan: "Pada raka'at yang ketiga membaca surat Al-Ikhlash dengan dua kali ta'awwudz."
Sebagaimana pada shalat-shalat lainnya, muslim/h juga diperbolehkan membaca beberapa ayat saja dari Al-Qur'an dalam shalat witir.
7. Membaca Qunut Dalam Shalat Witir
Membaca qunut setelah ruku' pada raka'at yang terakhir dalam shalat witir merupakan amalan yang disunnatkan. Dari Hasan bin Ali Radhiyallahu Anhu, ia menceritakan; Rasulullah pernah mengajarkan kepadaku beberapa kalimat yang harus aku ucapkan dalam shalat witir:
اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِي فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِي فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ،وَبَارِكْ لِي فِيْمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلا يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ. رواه أحمد وأهل السنن
"Ya Allah, berilah aku petunjuk sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah aku kesehatan sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri kesehatan. Berilah aku perlindungan sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri perlindungan. Berilah berkah pada apa yang telah Engkau berikan kepadaku. Jauhkanlah aku dari kejahatan yang telah Engkau tentukan. Karena, sesungguhnya hanya Engkaulah yang dapat memastikan segala sesuatu dan tidak ada lagi yang berkuasa di atas-Mu. Sesungguhnya tidak akan terhina orang yang mendapat perlindungan-Mu dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Engkau penuh berkah, wahai Penguasa Yang Maha Tinggi. Semoga shalawat senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
Imam At-Tirmidzi mengatakan, bahwa hadits ini berstatus hasan shahih. Tidak diketahui qunut dari Nabi yang lebih baik daripada qunut ini. Membaca qunut setiap hari pada sepertiga yang terakhir dari bulan Ramadhan merupakan amalan hal yang disunnatkan.
Imam Syafi'i dan para imam lainnya tidak membaca qunut, melainkan pada shalat witir di pertengahan yang akhir dari bulan Ramadhan. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, bahwa Umar bin Khath thab pernah mengumpulkan beberapa orang di rumah Ubai bin Ka'ab. Umar mengerjakan shalat bersama mereka selama dua puluh malam dan tidak membaca qunut melainkan pada pertengahan yang terakhir dari bulan Ramadhan. Diriwayatkan juga dari Muhammad bin Nashr, bahwa ia pernah bertanya kepada Sa'id bin Jubair mengenai permulaan membaca qunut dalam shalat witir. Maka ia menjawab: "Umar bin Khaththab pernah mengirim pasukan, lalu mereka terperangkap. Ketika pertengahan yang terakhir dari bulan Ramadhan tiba, ia membaca qunut untuk mendo'akan mereka."
8. Do'a Setelah Shalat Witir
Setelah salam pada shalat witir, disunnatkan bagi muslim/h membaca do'a:
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ.
"Maha Suci bagi Penguasa yang Maha Qudus."
Do'a tersebut dibaca sebanyak tiga kali dengan sedikit mengeraskan suara pada bacaan yang ketiga kalinya. Selanjutnya mengucapkan do'a:
رَبُّ الْمَلَائِكَةِ وَالرُّوح
"Rabb para malaikat dan ruh (Jibril)."
Pada akhir shalat witirnya, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam membaca do'a:
اللهُمَّ إِنِّى أَعُوْذُ بِرِضَاكَ مِن سَخَطِكَ، وَأَعُوذُ بِمُعَافَتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ، وَأَعُوْذُبِكَ مِنْكَ، لَا أَحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ، أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ.
"Dengan keridhaan-Mu aku memohon perlindungan dari kemurkaanMu dan dengan ke Maha Pemaafan-Mu aku memohon ampunan dari siksa-Mu. Aku memohon perlindungan dari-Mu, yang aku tidak dapat menghitung pujian bagi-Mu. Engkau laksana pujian yang keluar dari diri-Mu sendiri."
9. Qunut Pada Shalat Lima Waktu
Membaca qunut pada shalat Subuh sama sekali tidak disyari'atkan, kecuali qunut nazilah, yang itu pun boleh (bisa) dibaca pada shalat fardhu lainnya.
Akan tetapi, ada pendapat yang menyatakan, bahwa qunut yang dibaca setelah ruku' pada raka'at kedua dari shalat Subuh merupakan amalan yang disunnatkan. Hal ini didasarkan pada hadits dari Ibnu Sirin bin Malik, dimana ia pernah ditanya: "Apakah Nabi membaca qunut pada shalat Subuh? Ia menjawab: Ya. Lalu ditanyakan kepadanya: Sebelum atau setelah ruku"? Ia menjawab: Setelah ruku" (HR. Jama'ah, kecuali At-Tirmidzi).
10. Mengusap Wajah Dengan Kedua Tangan Setelah Membaca Qunut
Tidak disunnatkan bagi muslim/h mengusap wajah dengan kedua telapak tangan setelah membaca do'a qunut. Hadits yang dijadikan dalil dalam hal ini adalah sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:
إِذَا دَعَوْتَ اللَّهَ فَادْعُ يَنظُرْنِ كَفَّيكَ وَلَا تَدْعُ بِظُهورِهَا فَإِذَا فَرَقْتَ فَامسحْ بهما وَجْهَكَ. ورواه ابر دارد و این ماجه
"Apabila kamu berdo'a kepada Allah, maka berdo'alah dengan kedua telapak tanganmu dan janganlah kamu berdo'a dengan punggung dari kedua telapak tanganmu. Apabila telah selesai, maka usapkanlah kedunya ke wajahmu." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Daitan ikitab Az-Zawaid disebutkan, bahwa isnad hadits ini dhaif. Karena, mereka telah sepakat mendhaifkan perawinya yang bernama Shalih Ibnu Hibban.