tata Cara Berwudhu

Wahyu Ayatullah
1
kitapintar


Pengertian dan Tata Cara Berwudhu

Pengertian wudhu adalah membasuh bagian tertentu yang boleh ditetapkan dari anggota badan dengan air sebagai persiapan bagi seorang muslim/h untuk menghadap Allah  Subhanahu wa Ta'ala (mendirikan sholat). Dalam hal ini Allah sendiri yang memerintahkannya dan Dia telah menetapkan bagian - bagian anggota badan yang harus dibasuh pada waktu berwudhu.

1. Kewajiban Berwudhu 

Wudhu' merupakan kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah. Kewajiban tersebut telah ditetapkan melalui tiga dalil, yaitu:

Dalil pertama adalah ayat Al-Qur'an, dimana Allah Tabaraka wa ta'ala telah befirman:

"Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka dan tangan kalian sampai ke siku. Kemudian sapulah kepala kalian dan basuhlah kaki kalian sampai pada kedua mata kaki." (Al-Maidah: 6)

Dalil yang kedua adalah hadits Rasulullah yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, dimana Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda:

"Allah tidak akan menerima shalat seseorang di antara kalian apabila berhadats, sehingga ia berwudhu'." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

Dalil yang ketiga adalah ijma' ulama. Ijma' ulama menetapkan kewajiban wudhu' dari sejak masa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sampai sekarang ini hingga hari akhir nanti.

2. Keutamaan Wudhu 

Wudhu' memiliki beberapa keutamaan, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:

أَلا أَدُلُكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو الله بهِ الْخَطَايَا، وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟ قَالُوا: بَلَى يَارَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: إِسْبَاغُ الْوُضُوْءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثرَةُ الْحُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ، وَانْتِظارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلاةِ فَذلِكُمُ الرِّباطُ. (ورواه مسلم)

"Maukah kalian aku beritahukan tentang sesuatu yang dengannya Allah akan menghapuskan dosa-dosa kalian dan meninggikan derajat kalian? Para sahabat menjawab: Mau, ya Rasulullah. Kemudian beliau pun berkata: Yaitu, dengan cara menyempurnakan wudhu' dari hal-hal yang bersifat makruh, banyak melangkahkan menuju masjid dan menunggu waktu shalat setelah shalat (tahiyatul masjid). Yang demikian itu adalah ikatan (perjanjian) ikatan (perjanjian)." (HR. Muslim)

Selain itu, diwajibkannya wudhu' sebelum menunaikan shalat merupakan sugesti bagi seorang muslim/h untuk senantiasa berada dalam kondisi suci dari kotoran dan dari perbuatan maksiat kepada Allah.

Dari Anas bin Malik diriwayatkan, bahwa Rasulullah pernah bersabda:

"Sesungguhnya perangai yang baik itu terdapat pada diri seseorang yang dengannya menjadi baik semua amal perbuatannya. Adapun kesucian seseorang di dalam mengerjakan shalat, maka dengannya Allah akan mengampuni segala dosanya dan nilai shalatnya pun tetap terhitung sebagai ibadah baginya." (HR. Abu Ya'la, Al-Bazzar dan Thabrani)

Juga hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu:

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ أَتَى الْمَقْبَرَةَ فَقَالَ: السَّلامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينِ، وَإِنَّا إِن شَاءَ اللهُ بِكُمْ عَنْ قَرِيبٍ لا حِقُوْنَ، وَدَدْتُ لَوْ أَنَا قَدْ رَأَيْنَا إِخْوَانَنَا. قَالُوْا:أَوَلَسْنَا إِخْوَانَكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: أَنْتُمْ أَصْحَابِي وَإِخْوَانَنَا الَّذِينَ لَمْ يَأْتُوْابَعْدُ. قَالُوا: كَيْفَ تَعْرِفُ مَنْ لَمْ يَأْتِ بَعْدُ مِنْ أُمَّتِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ:أَرَيْتَ لَوْ أَنَّ رَجُلاً لَهُ خَيْلٌ غُرِّ مُحَجَّلَةٌ بَيْنَ ظَهْرَيْ خَيْلٍ دُهُم بُهم إِلا يَعْرِفُ حَيْلَهُ؟ قَالُوا: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ: فَإِنَّهُمْ يَأْتُونَ غُرًا مَحَجَّلِينَ مِنَ الْوُضُوْءِ وأَنَا فَرَطُهُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، اَلا لَيُذَادَنَّ رِجَالٌ عَنْ حَوْضِيْ كَمَا يُدَادُ الْبَعِيرُالضَّالُ أَنَادِيهِمْ: أَلا هَلُمَّ، فَيُقَالُ: إِنْهُمْ بَدَّلُوا بَعْدَكَ، فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا. ورواه مسلم

"Rasulullah bersama para sahabat pernah melintasi makam (kuburan). Lalu beliau mengucapkan: Assalama'alaikum, wahai yang bertempat tinggal di perkampungan orang-orang yang beriman. Insya Allah tidak lama lagi kami akan bertemu kalian. Ingin rasanya hatiku menjumpai saudara-saudara kami. Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, bukankah kami ini saudaramu? Beliau menjawab: Kalian adalah sahabatku, sedangkan saudara-saudaraku adalah orang-orang beriman yang akan datang kelak sepeninggalku. Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana engkau mengetahui (mengenali) ummatmu yang datang sepeninggalmu? Rasulullah menjawab dengan bertanya: Bagaimana menurut pendapat kalian jika seseorang mempunyai seekor kuda yang berwarna putih sedang berada di tengah-tengah sekumpulan kuda yang bewarna hitam pekat, bukankah ia akan dengan mudah mengenali kudanya itu? Para sahabat menjawab: Sudah tentu ia akan dapat mengenalinya dengan mudah. Selanjutnya beliau berkata: Nah, demikian halnya dengan mereka (ummatku), dimana mereka akan datang dalam keadaan wajah, tangan dan kaki mereka (anggota-anggota wudhu) bercahaya karena pengaruh (cahaya) wudhu'. Sedangkan aku saat itu tengah berada di depan menuju ke telaga. Tidakkah orang-orang yang berada di telagaku itu layak untuk dilindungi seperti halnya unta yang hilang, dimana akan aku cari dan panggil: Mari, kemari. Ada sahabat yang dengan serta-merta berkata: Wahai Rasulullah, bagaimana jika orang-orang sepeninggal engkau itu ada yang menyeleweng? Maka Nabi menjawab: Celaka, celakalah mereka." (HR. Muslim)

Diriwayatkan oleh Imam Malik dan perawi lainnya, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda:

إذَا تَوَضَأَ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ أَوْ الْمُؤمِنُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجَتْ مِنْ وَجْهِهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ نَظَرَ إِلَيْهَا بِعَيْنَيْهِ مَعَ الْمَاءِ أَوْ مَعَ أَخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ حَتَّى يَخْرُجَ نَقِيًّا مِنَ الذنوب.

"Apabila seorang hamba muslim atau mukmin berwudhu', lalu ia membasuh wajahnya, maka akan keluar dari wajahnya itu setiap kesalahan (dosa) yang dilihat oleh kedua matanya bersamaan dengan air atau tetesan air terakhir. Sehingga ia keluar dari berwudhu' dalam keadaan bersih dari dosa."

Juga dari Abdullah Ash-Shanaji Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah telah bersabda:

"Apabila seorang hamba berwudhu', lalu berkumur, maka dikeluarkanlah (dihapuskan) kesalahan-kesalahan itu dari mulutnya. Apabila memasukkan air ke rongga hidung, maka keluarlah kesalahan-kesalahan itu dari hidungnya. Apabila ia membasuh wajahnya, maka keluarlah kesalahan-kesalahan yang pernah ia perbuat dari wajahnya, sehingga kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi keluar dari bawah tempat tum buhnya rambut dari kedua matanya. Apabila ia membasuh kedua tangannya, maka keluarlah kesalahan-kesalahan itu dari kedua tangannya, sehingga kesalahan yang pernah terjadi keluar dari bawah (celah) kukunya. Apabila ia mengusap kepalanya, maka keluarlah kesalahan-kesalahan itu dari kepalanya, sehingga kesalahan-kesalahan tersebut keluar dari kedua telinganya. Apabila membasuh kedua kakinya, maka keluarlah kesalahan-kesalahan tersebut dari kedua kakinya, sehingga kesalahan yang pernah ia lakukan keluar dari bawah kuku-kuku kedua kakinya. Kemudian perjalanannya ke masjid dan shalatnya merupakan nilai ibadah tersendiri baginya." (HR. Imam Malik, An-Nasa'i, Ibnu Majah dan Al-Hakim)

3. Fardhu Wudhu 

Wudhu' itu memiliki beberapa fardhu dan rukun yang ditertibkan secara berurutan. Jika ada salah satu di antara fardhu tersebut yang tertinggal, maka wudhu'nya tidak sah menurut syari'at. Berikut ini penjelasan fardhu-fardhu wudhu' tersebut:

a. Niat: 

Wudhu' tidak akan sah kecuali disertai dengan adanya niat. Niat adalah kemauan dan keinginan hati untuk berwudhu', sebagai wujud mentaati perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ، وَإِنْمَا الإِمْرِى مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَإِلَى رَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَإِلَى رَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ اِمْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ. رواه الجماعة الله

"Sesungguhnya amal perbuatan itu bergantung pada niatnya, dan masing-masing orang bergantung pada niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu bernilai karena Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya itu karena dunia atau karena seorang wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu bernilai karena apa yang ditujunya." (HR. Jama'ah)

Juga pada apa yang disebutkan di dalam hadits, bahwa niat itu bermuara hati, sedangkan melafazhkannya bukanlah merupakan sesuatu yang disyari'atkan.

b. Membasuh wajah: 

Kewajiban membasuh wajah di dalam berwudhu' itu hanya sekali. Yaitu, dari bagian atas dahi sampai bagian dagu yang bawah dan dari bagian bawah satu telinga ke bagian bawah telinga yang lain. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Azza wa Jalla:

"Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka." (Al-Maidah: 6)

Air wudhu' itu harus mengalir pada wajah. Karena, membasuh di sini berarti mengalirkan.

c. Membasuh kedua tangan: 

Yaitu sampai ke siku dan hanya dilakukan satu kali saja, sebagaimana firman-Nya:

"Kemudian tangan kalian sampai ke siku." (Al-Maidah: 6)

d. Mengusap kepala: 

Pengertian mengusap di sini adalah membasahi kepala dengan air. Hal ini seperti difirmankan oleh Allah Tabaraka wa Ta'ala:

"Dan usaplah kepala kalian." (Al-Maidah: 6)

Dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu diriwayatkan mengenai sifat wudhu' Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, dimana ia mengatakan:

"Beliau mengusap kepalanya satu kali." (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasa'i dengan isnad shahih)

Bahkan Imam At-Tirmidzi mengatakan, bahwa hal itu (mengusap kepala satu kali) adalah yang lebih rajih (benar). Mengenai masalah usapan kepala ini, ada tiga cara yang diperoleh dari Rasulullah yaitu:

1. Mengusap seluruh kepala. 

Hal itu didasarkan pada hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagai berikut:

"Bahwa Nabi mengusap kepala dengan kedua tangannya. Beliau menarik ke arah belakang kedua tangannya dan memulainya dari bagianmuka kepalanya sampai pada tengkuknya. Kemudian membalikkan kedua tangannya ke tempat dimana beliau memulainya." (HR. Jama'ah)

2. Membasuh bagian atas surban.

Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari Amr bin Umayyah Radhiyallahu Anhu, dimana dia menceritakan:

رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ الله يَمْسَحُ عَلَى عِمَامَتِهِ وَحُفْيْهِ. رواه البخاري وابن ماجه وأحمد

"Aku pernah melihat Rasulullah mengusap bagian atas surban dan kedua kakinya." (HR. Imam Bukhari, Ibnu Majah dan Imam Ahmad)

Berdasarkan pada hadits ini, maka wanita muslimah diperbolehkan membasuh muka dan mengusap bagian atas kerudungnya dengan air.

3. Mengusap bagian depan kepala dan surban. 

Hal ini didasarkan pada hadits dari Mughirah bin Syu'bah, dimana ia menceritakan:

ان التي لا تَوَضَأَ فَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ وَعَلَى الْعِمَامَةِ وَالْحُفْيْنِ. ورواه مسلم

"Bahwa Nabi berwudhu', lalu mengusap bagian depan kepala dan bagian atas surbannya serta kedua kaki." (HR. Muslim)

Hendaklah kita mengetahui, bahwa mengusap kepala dengan air dilakukan dari arah depan ke belakang, yaitu dari bagian depan kepala sampai ke tengkuk.

Jika rambut wanita muslimah dalam keadaan dikepang, lalu ia hanya mengusap kepangan rambutnya saja, maka hal itu tidak mencukupi. Karena, yang menjadi hukum pokok dalam hal ini adalah mengusap kepala. Pada sisi yang lain diperbolehkan membasuh bagian depan kepala, sesuai dengan hadits dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, dimana ia menceritakan:

انه أَدْخَلَ يَدَهُ مِنْ تَحْتِ الْعِمَامَةِ فَسَمَحَ مُقَدَّمَ رَأْسِهِ وَلَمْ يَنقُضِ الْعِمَامَةَ. رواه أبو داود


"Aku pernah melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berwudhu', sedang beliau memakai surban dari Qatar. Maka beliau menyelipkan tangannya dari bawah surban, untuk menyapu kepala bagian depan, tanpa melepas surban itu." (HR. Abu Dawud)

Telah ditetapkan di dalam banyak hadits shahih, seperti yang kami sebutkan; yaitu bahwa Rasulullah mengusap kepalanya dari bagian depan ke arah belakang. Itulah cara yang selalu diterapkan oleh Rasulullah. Namun, pada saat lain juga diperbolehkan mempergunakan cara selain dari pada itu. seorang muslim/h harus mengetahui, bahwa firman Allah Jalla wa 'Alaa yang artinya: "Kemudian sapulah kepala kalian" pada ayat yang keenam dari surat Al-Maidah tersebut tidak berarti mengusap seluruh bagian kepala. Akan tetapi, mungkin berarti mengusap bagian depan kepala saja, sebagaimana yang terkandung dalam pengertian etimologis (bahasa)nya. Berikut ini beberapa pendapat ulama mengenai hal tersebut:

Imam Asy-Syafi'i mengatakan: "Yang diwajibkan adalah lebih ringan dari kata mengusap." Menurut Imam Ahmad: "Kewajiban mengusap kepala adalah secara keseluruhan, akan tetapi usapan pada sebagian dari kepala sudah mencukupi." Abu Hanifah mengatakan: "Cukup dengan mengusap seperempat dari bagian kepala." Sementara menurut Imam Malik: "Adalah dengan mengusap seluruh bagian kepala," Akan tetapi, di dalam berwudhu' terkadang Imam Malik mengusap seluruh kepalanya dan terkadang juga mengusap bagian atas dari surbannya. Pada kesempatan yang lain Imam Malik hanya mengusap bagian depan dari kepala dan bagian atas dari surbannya. Namun, beliau tidak pernah hanya mengusap sebagian dari kepala saja. Mengenai hal ini, penulis berpendapat bahwa seorang muslim/h boleh memilih dua kemungkinan dari hal tersebut di atas, yaitu: 

Pertama, dimungkinkan baginya mengusap seluruh kepala dan 

Kedua, dimungkinkan baginya mengusap seperempat bagian dari kepala.

e. Membasuh kedua kaki:

Yaitu, membasuh kaki hingga mencapai kedua mata kaki. Hal ini didasarkan pada firman Allah Azza wa Jalla

"Basuhlah kaki kalian sampai kedua mata kaki." (Al-Maidah: 6)

Demikian itulah yang senantiasa dilakukan oleh Rasulullah. Telah diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhu, dimana ia menceritakan:

تخلَّفَ عَنا رَسُولُ اللهِ ﷺ فِي سَفْرَةٍ فَأَدْرَكْنَا وَقَدْ أَرْهَقْنَا الْعَصْرَ، فَجَعَلْنَانتوضأ وَنَمْسَحُ عَلَى أَرْجُلِنَا فَنَادَى بِأَعْلَى صَوْتِهِ: وَيْلٌ لِلأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ. (متفق عليه)

"Rasulullah pernah tertinggal di belakang kami dalam suatu perjalanan. Pada saat itu kami telah mengetahui datangnya waktu shalat Ashar. Kemudian kami berwudhu' dan membasuh kedua kaki kami. Sembari melihat ke arah kami beliau berseru dengan suara keras mengatakan, dua atau tiga kali! Celaka bagi tumit-tumit (yang tidak kena air) dari siksaan api neraka." (HR. Muttafaqun 'Alaih)

Para sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah bersepakat untuk membasuh kedua tumit hingga mata kaki.

f. Tertib dalam membasuh anggota-anggota tubuh di atas: 

Yaitu, membasuh muka terlebih dahulu, lalu kedua tangan, kemudian mengusap kepala dan selanjutnya membasuh kedua kaki. Demikian itulah tertib yang disebutkan dalam firman Allah Azza wa Jalla berikut ini:

"Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka dan tangan kalian sampai ke siku. Kemudian sapulah kepala kalian serta basuhlah kaki kalian sampai kedua mata kaki."(Al-Maidah: 6)

Sedangkan dalam salah satu hadits shahih disebutkan:

"Mulailah seperti apa yang telah aku mulai (berurutan).

Disebutkan dari Rasulullah bahwa beliau selalu berwudhu' secara tertib dan berurutan.

g. Berwudhu' satu kali (sekaligus) dalam satu waktu: 

Yaitu, tidak terselang waktu yang terlalu lama antara satu fardhu wudhu' ke fardhu wudhu' yang lain (misal, antara membasuh muka dengan membasuh kedua tangan tidak boleh dalam waktu berjauhan, ed.). Selain itu, anggota tubuh yang terkena air wudhu' harus kering dalam satu waktu. Namun, diberikan keringanan pada selang waktu yang tidak terlalu lama, jika habis atau terputusnya aliran air dan sulit untuk mendapatkan air kembali.



4. Hal-hal Yang Berkenaan dengan Wudhu'

Pertama: 

Jika ada di antara seorang muslim/h yang dikaruniai jari-jemari dengan jumlah lebih dari biasanya, enam jari atau lebih, maka ia wajib membasuhnya bersamaan dengan jari-jemari lainnya. Karena, jari tambahan itu tumbuh di tempat yang menjadi fardhu wudhu'. Akan tetapi apabila kelebihan itu tumbuh di tempat yang bukan menjadi fardhu wudhu', misalnya pada lengan atau bahu, maka tidak ada kewajiban untuk membasuhnya, baik kelebihan anggota tubuh itu tumbuh panjang maupun pendek. Sebab, ia tumbuh di tempat yang bukan menjadi ketentuan dari fardhu wudhu'.

Kedua: 

Apabila ada daging tambahan yang tumbuh pada bagian yang termasuk ke dalam fardhu wudhu', maka daging tersebut harus dibasuh. Karena, daging itu menempel pada bagian yang harus dibasuh. Adapun daging yang tumbuh pada bagian yang tidak termasuk ke dalam fardhu wudhu', baik panjang maupun pendek, maka tidak harus dibasuh. Sedangkan apabila ada daging yang tumbuh di antara bagian fardhu wudhu' dan bagian yang bukan termasuk fardhu wudhu', dimana ujung daging yang satu menempel pada bagian yang termasuk fardhu wudhu' dan ujung lainnya menempel pada bagian yang bukan termasuk fardhu wudhu', maka bagian yang menempel pada fardhu wudhu' tersebut harus dibasuh, baik yang tampak maupun yang tidak tampak serta harus membasuh bagian bawah daging yang tumbuh pada bagian yang harus dibasuh tersebut.

Ketiga: 

Apabila seorang muslim/h membasuhkan air ke atas kepala sebagai ganti usapan, maka mengenai hal ini terdapat dua pendapat yang berbeda:

a. Basuhan air tersebut tidak dapat menggantikan fardhu wudhu yang harus dilakukan (dipenuhi). Karena, Alláh memerintahkan untuk mengusap dan Nabi sendiri mengusap kepala serta memerintahkan untuk mengusapnya pada saat berwudhu'. Jadi, karena basuhan dan usapan merupakan dua macam cara bersuci yang berbeda, maka salah satunya tidak dapat menggantikan yang lain.

b. Salah satu dari keduanya (basuhan dan usapan) dapat menggantikan yang lain. Karena, apabila salah seorang mandi junub, lalu ia menenggelamkan diri ke dalam air dengan berniat melakukan kedua macam cara thaharah tersebut, maka hal itu cukup baginya tanpa melakukan usapan. Demikian juga dalam hal hadats kecil. Mengenai hadats kecil ini, Rasulullah pernah bersuci darinya hanya dengan membasuh muka, kedua tangannya dan kemudian mengguyurkan air ke atas kepalanya. Di dalam mensifati cara bersuci Rasulullah ini tidak dapat disebutkan sebagai mengusap. Selain itu, juga karena membasuh lebih luas pengertiannya daripada mengusap. Jika seorang muslim/h membasuh kepalanya pada saat berwudhu', maka ia harus menyertainya dengan usapan, sebagaimana jika ia mandi dengan niat berwudhu'. Yaitu, jika ia tidak menyentuhkan tangan ke kepalanya. Akan tetapi jika ia telah menyentuhkan tangan ke kepalanya ketika membasuh atau sudahnya, maka berarti ia telah menyertainya dengan usapan. Telah diriwayatkan dari Mu'awiyah Radhiyallahu Anhu:

"Bahwa ia pernah mengajarkan tatacara berwudhu' kepada beberapa orang, sebagaimana ia pernah melihat Rasulullah berwudhu'. Setelah sampai pada bagian kepala, diambilnya sesauk air dengan telapak tangan kirinya, lalu diguyurkan ke tengah-tengah kepala sampai menetes atau hampir saja menetes. Setelah itu ia mengusap kepala, dari bagian depan ke arah belakang kepala dan dari bagian belakang sampal kearah depan kepala." (HR. Abu Dawud)

Keempat: 

Apabila kepala seorang  muslim/h tersiram air hujan atau sengaja berhujan-hujan atau tersiram oleh seseorang (dengan air yang suci dan mensucikan), kemudian ia mengusapnya dengan maksud berthaharah, maka Insya Allah hal itu telah cukup sebagai perbuatan thaharah. Demikian juga jika air itu tersiram pada kepalanya tanpa adanya kesengajaan. Karena, tersiramnya air tersebut ke kepala tanpa adanya kesengajaan tidak berpengaruh terhadap air itu sendiri. Jika ia meletakkan tangannya ke bagian yang basah itu dan mengusapnya, berarti dia telah mengusap kepala dengan air ghairu musta 'mal (yang belum terpakai) dan dengan demikian itu thaharahnya menjadi sah, sebagaimana jika ia melakukannya dengan sengaja.

Kelima: 

Apabila air hujan mengguyur kepala seorang muslim/h, sedang ia tidak mengusapnya, maka hal itu telah cukup sebagai sahnya thaharah, sebagaimana basuhan yang dianggap cukup sebagai ganti dari usapan.

Keenam: 

Jika seorang muslim/h mengusap kepalanya dengan secarik kain atau sepotong kayu basah, maka hal itu telah cukup sah sebagai thaharah. Karena, Allah memerintahkan untuk mengusap, sebagaimana jika ia mengusapnya dengan tangannya sendiri atau menggunakan tangan orang lain. Sebab, mengusap kepala dengan tangannya sendiri bukanlah merupakan suatu syarat, Ini menurut salah satu pendapat. Sedangkan menurut pendapat yang lain, bahwa hal demikian itu tidak cukup sebagai bukti sahnya thaharah. Karena, Nabi mengusap kepala dengan tangannya sendiri. Dengan kata lain, apabila ia meletakkan kain basah di atas kepalanya, sehingga turut membasahi atau meletakkan sepotong kayu dan membasahinya dengan air hingga rambutnya menjadi basah, maka hal itu tidak cukup sebagai bukti sahnya thaharah. Karena, hal itu bukanlah sebagai usapan dan bukan juga basuhan. Akan tetapi, mungkin juga hal itu telah mencukupi, karena ia telah membasahi rambutnya dengan maksud berwudhu', sebagaimana jika ia membasuhnya.

5. Hukum Wudhu' Bagi yang Membiarkan Sebagian Anggota Wudhu'nya Tidak Terkena Air

Bagi yang sengaja membiarkan bagian yang seharusnya dibasuh tidak terkena air, maka ia wajib mengulangi wudhu'nya. Dalil yang melandasi pendapat tersebut adalah hadits berikut ini:

أن النبي رَأَى رَجُلاً يُصَلِّى وَفِي ظَهْرِ قَدَمِهِ لَمْعَةٌ لَمْ يُصِيبُهَا الْمَاء فَأَمَرَهُ النبي أن يُعِيدَ الْوُضُوءَ وَالصَّلَاةَ. ورواه أبو داود

"Bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melihat seorang laki-laki mengerjakan shalat sedang di punggung telapak kakinya terlihat bagian yang tidak terkena air. Lalu beliau memerintahkan laki-laki itu untuk mengulangi wudhu' dan shalatnya." (HR. Abu Dawud)

6. Sunnat Wudhu'

Sunnat adalah ketetapan dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam baik berupa ucapan maupun perbuatan. Adapun di antara sunnat-sunnat wudhu' dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Membaca basmalah

Banyak hadits yang membahas mengenai bacaan basmalah ini, akan tetapi semuanya lemah. Secara keseluruhan, apabila digabungkan, maka hadits-hadits tersebut akan menjadi kuat, Insya Allah. Basmalah ini dibaca ketika memulai berwudhu'. Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan AbuHurairah Radhiyallahu Anhu:

لا صَلاةَ لِمَنْ لاَ وُضُوْءَ لَهُ، وَلاَ وُضُوءَ لِمَنْ لَا يَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ: رواه أحمد وأب داود وابن ماجه

"Tidak sah shalat orang yang tidak berwudhu' dan tidak sempurna wudhu' seseorang yang tidak menyebut nama Allah (dalam berwudhu')." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Isnad hadits ini dha'if (lemah) dan karena banyaknya jalur periwayatan dari hadits ini, sebagian ulama berpendapat untuk mengamalkannya (fadhaila'mal).

b. Membersihkan kedua telapak tangan tiga kali

Muslim/h berkewajiban membersihkan kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali, sebelum memasukkannya ke dalam bejana, ini jika ia baru beranjak bangun dari tidur. Pendapat ini didasarkan pada hadits dari Rasulullah melalui jalan Aus bin Aus Ats-Tsaqafi, dimana ia menceritakan:

رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ لا تَوَضَأَ فَاسْتَوكَفَ ثَلاَثًا أَيْ غَسَلَ كَفَّيْهِ. رواه أحمد والنسائي

"Aku pernah melihat Rasulullah berwudhu', beliau mencuci kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali." (HR. Ahmad dan An-Nasa'i)

Juga dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda:

إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ مَنَامِهِ فَلَا يُدْخِلُ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَإِنَّهُ لَا يَدْرِي أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ. رواه الجماعة إلا البخاري

"Apabila salah seorang di antara kalian bangun dari tidur, maka janganlah ia langsung memasukkan tangannya ke dalam bejana (air), sehingga ia mencucinya sebanyak tiga kali. Karena, ia tidak mengetahui dimana tangannya berada atau ke mana tangannya itu berkeliaran pada saat ia tidur." (HR. Jama'ah, kecuali Al-Bukhari)

Sedangkan di dalam riwayat Ad-Daruquthni disebutkan dengan lafazh sebagai berikut:

"Karena ia tidak mengetahui dimana tangannya itu terletak atau dimana tangannya itu berputar-putar pada saat ia tidur.")

c. Bersiwak

Kayu siwak mempunyai beberapa manfaat yang cukup besar. Di antara keistimewaannya adalah dapat memperkuat gusi, mencegah sakit gigi, memperkokoh pencernaan dan melancarkan air seni (kencing). Meski demikian, karang gigi dan semua jenis kotoran pada gigi dapat juga dibersihkan dengan berbagai macam alat pembersih seperti sikat gigi dan lainnya.

Bersiwak ini disunnatkan ketika bau mulut mengalami perubahan, baik karena bangun tidur maupun pada saat hendak melaksanakan shalat. Hal ini sesuai dengan apa yang pernah disabdakan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:

لولا أَنْ أَشْقُّ عَلَى أُمَّنِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسَّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ. متفق عليه)

"Sekiranya tidak menyusahkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka bersiwak setiap hendak mengerjakan shalat." (HR. Muttafaqun 'Alaih)

Dalam riwayat yang lain disebutkan:

"Pada setiap kali berwudhu'." (HR. Imam Malik, Asy-Syafi'i, Al-Baihagi, dan Al-Hakim)

Selain itu, bersiwak juga disunnatkan pada setiap saat, karena Aisyah Radhiyallahu Anha pernah berkata:

"Apabila Rasulullah memasuki rumah, beliau selalu memulainya dengan bersiwak." (HR. Muslim)

Di dalam Musnadnya Imam Ahmad meriwayatkan, bahwa Nabi pernah bersabda:

"Bersiwak itu membersihkan mulut dan menjadikan Allah ridha kepadanya." (HR. Ahmad)

Dari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata:

أَنه كَانَ كَثِيرًا مَا يُولَعُ بِالسَّوَاكِ. (ورواه البخاري )

"Bahwa Nabi sangat senang bersiwak." (HR. Bukhari)

Siwak ini disunnatkan pada empat kesempatan, yaitu:

1. Ketika bau mulut mengalami perubahan. 

Karena, pada prinsipnya siwak inidisunahkan untuk menghilangkan bau yang tidak sedap pada mulut.

2. Ketika bangun dari tidur. 

Hal ini sesuai dengan apa yang diriwayatkan dari Hudzaifah, dimana ia menceritakan:

"Apabila bangun malam, Rasulullah senantiasa menggosok mulutnya dengan bersiwak." (HR. Muttafaqun 'Alaih)

3. Ketika hendak mengerjakan shalat, sebagaimana disebutkan dalam hadits sebelumnya.

4. Ketika hendak membaca Al-Qur'an. 

Hendaknya seorang muslim/h mengetahui, bahwa bersiwak itu disunnatkan pada setiap saat, kecuali bagi orang yang tengah berpuasa, dimana setelah masuk waktu zawal ia tidak disunnatkan bersiwak. Ibnu Aqil mengatakan: "Tidak ada perbedaan pendapat diantara para ulama, bahwa bagi orang yang tengah berpuasa tidak disunnatkan bersiwak setelah waktu zawal." Lalu apakah bersiwak bagi orang yang!berpuasa itu dihukumi makruh? Mengenai hal ini terdapat dua pendapatyang masyhur: 

Pertama, dimakruhkan. Karena ia dapat menghilangkan bau mulut, sementara bau mulut orang yang tengah berpuasa itu lebih dihargai Allah daripada aroma kasturi, karena bau mulut orang yang te-ngah menjalankan ibadah puasa itu merupakan hasil dari ibadah yang disyari'atkan, sehingga di hukumi makruh untuk dihilangkan, seperti halnya darah orang yang mati syahid (yang dilarang untuk membersihkannya, ed.). 

Kedua, tidak dimakruhkan. Karena, Amir bin Rubai'ah pernah berkata:

رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ مَالاً أَحْصى يَتَسَوَّهُ وَهُوَ صَائِمٌ. ورواه الترمذي

"Aku sering melihat Rasulullah bersiwak, sedang beliau dalam keadaan berpuasa." (HR. At-Tirmidzi)

Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini berstatus hasan.

d. Berkumur tiga kali

Berkumur adalah memasukkan air dan menggerakkannya di dalam mulut. Disunnatkannya berkumur ini didasarkan pada sabda Rasulullah:

إِن تَوَضَاتَ فَمَضْمِضْ. رواه أبو داود

"Apabila engkau berwudhu' maka berkumurlah." (HR. Abu Dawud dengan isnad shahih)

e. Istinsyaq dan istintsar tiga kali


Istinsyaq adalah memasukkan atau menghirup air sampai ke dalam rongga hidung. Sedangkan istintsar berarti mengeluarkan air tersebut dari dalam hidung. Hal ini sebagaimana disabdakan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:

وبالِعُ فِي الاسْتِشَاقِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا. رواه أحمد وأبو داود والترمذي

"Dalamkanlah ketika menghirup air sampai ke rongga hidung, kecuali kalian dalam keadaan berpuasa." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

Juga diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi pernah bersabda:

إذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَجْعَلْ فِي أَنْفِهِ مَاءً ثُمَّ لِيَسْتَنير . ورواه الشيخان

"Apabila salah seorang di antara kalian berwudhu', maka hendaklah ia memasukkan air ke dalam rongga hidungnya dan kemudian mengeluarkannya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Perlu diketahui oleh para seorang muslim/h, bahwa istinsyaq ini disunnatkan dengan menggunakan tangan kanan, sedangkan istintsar dengan menggunakan tangan kiri.

f. Membersihkan sela-sela jari

Hal ini didasarkan pada hadits dari Ibnu Abbas bahwa Nabi pernah bersabda:

إذَا تَوَضَّاتَ فَحَلُلْ أَصَابِعَ يَدَيْكَ وَرِحْلَيْك. (رواه أحمد وابن ماجه والترمذي

"Apabila engkau berwudhu' maka bersihkanlah sela-sela jari dari kedua tangan dan kakimu." (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi)

Adapun menggerakkan cincin yang menempel pada jari dan gelang pada lengan saat berwudhu' adalah perbuatan yang disunnatkan, sehingga wudhu'nya menjadi benar-benar sempurna.

g. Mendahulukan yang kanan

Yaitu mendahulukan sebelah kanan dalam membasuh tangan dan kaki. Mengenai hal ini ada sebuah hadits yang diriwayatkan Aisyah, ia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللهِ الله يُحِبُّ السَّيَامُنَ فِي تَنَعْلِهِ وَتَرَجُلِهِ وَطُهُوْرِهِ وَفِي شَأْنِهِ كله. (متفق عليه )

"Rasulullah suka mendahulukan bagian sebelah kanan dalam memakai sandal, melangkah, bersuci dan dalam segala urusannya." (HR. Muttafaqun 'Alaih)

Diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda:

"Apabila kalian memakai pakaian dan berwudhu', maka mulailah dengan bagian sebelah kanan." (HR. Ahmad)

h. Mengusap daun telinga

Disunnatkan dalam berwudhu' mengusap telinga, baik bagian dalam maupun luar, sebagaimana yang dikerjakan oleh Rasulullah. Disebutkan di dalam hadits yang diriwayatkan dari Miqdad bin Ma'dikariba Radhiyallahu Anhu:

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ الله مَسَحَ فِي وُضُونِهِ رَأْسَهُ وَأُذَنَيْهِ ظَاهِرَهُمَا وَبَاطِنَهُمَا، وَأَدْخَلَ أَصْبُعَيْهِ فِي صَمَاحِي أُذُنَيْهِ. رواه أبو داود

"Di dalam wudhu'nya, Rasulullah mengusap kepala dan kedua telinganya, yaitu bagian luar dan dalamnya. Beliau memasukkan kedua jari (tangan kanan dan kiri) ke dalam lubang kedua telinganya." (HR. Abu Dawud)

i. Memperlebar basuhan pada dahi, lengan dan kaki

Maksudnya adalah membasuh dahi, kedua lengan dan kaki melebihi dari batas yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah:

إنَّ أُمَّتِي يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرَّا مُحَجَّلِيْنَ مِنْ آثَارِ الْوُضُوْءِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيْلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ. متفق عليه الله

"Akan datang umatku pada hari kiamat kelak dengan tanda cahaya yang cemerlang pada dahi-dahi mereka, lengan dan kaki mereka dari bekas berwudhu'. Barangsiapa di antara kalian mampu melebarkan kecemerlangannya, maka hendaklah ia melakukannya." (HR. Muttafaqun 'Alaih)

j. Membaca do'a setelah wudhu'

Do'a yang disunnatkan untuk dibaca seusai wudhu' adalah sebagai berikut:

أَشْهَدُ أَنْ لا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولَهُ، اللّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ.

"Aku bersaksi, bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan tiada sekutu bagi-Nya. Aku juga bersaksi, bahwa Muhammad adalah hamba sekaligus Rasul-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk golongan orang-orang yang bertaubat dan jadikan pula aku termasuk golongan orang-orang yang mensucikan diri."

Do'a ini sesuai dengan sabda Rasulullah:

مَنْ تَوَضَأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوْءَ، ثُمَّ قَالَ: "أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ" فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ يَدْخُلُ مِنْ أَيْهَا شاء. ورواه مسلم 

"Barangsiapa berwudhu' dengan sebaik-baik wudhu', kemudian membaca doa: Aku bersaksi, bahwa tidak ada Ilah yang patut untuk disembah selain Allah dan tiada sekutu bagi-Nya. Aku juga bersaksi, bahwa Muhammad adalah hamba sekaligus Rasul-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk golongan orang-orang yang bertaubat dan jadikan pula aku termasuk golongan orang-orang yang mensucikan diri. Maka dibukakan baginya delapan pintu surga yang ia boleh memasukinya dari pintu mana saja yang ia kehendaki." (HR. Muslim)

7. Yang Disunnatkan Setelah Berwudhu'

Setelah berwudhu', disunnatkan mengerjakan shalat dua raka'at. Hal ini sesuai dengan hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah pernah bersabda kepada Bilal:

يَا بِلالُ حَدَّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ فِي الإِسْلَامِ إِنِّي سَمِعْتُ دُفَ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ فِي الْجَنَّةِ. قَالَ: مَا عَمِلَتْ عَمَلاً أَرْحَى عِنْدِي مِنْ أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّرُ طَهُورًا فِي سَاعَةٍ مِنْ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ إِلا صَلَّيْتُ بِذلِكَ الطُّهُوْرِ مَا كُتِبَ لِي أَنْ أُصَلِّي. متفق عليه 

"Wahai Bilal, katakanlah kepadaku amalan utama apa yang pernah engkau kerjakan dalam Islam. Sebab, aku mendengar bunyi terompahmu di surga! Bilal menjawab: Tidak satu pun amal yang lebih aku utamakan melainkan setiap kali aku bersuci (berwudhu'), baik pada siang atau malam hari, maka aku selalu mengerjakan shalat (sunnat) sesuai dengan yang ditetapkan bagiku mengerjakannya." (HR. Muttafaqun 'Alaih)

Sedangkan menurut riwayat Imam Muslim disebutkan, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah bersabda:

مَا أَحَدٌ يَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ الْوُضُوْءَ وَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ يَقْبَلُ بِقَلْبِهِ وَوَجْهِهِ عَلَيْهِمَاإلا وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ. رواه مسلم

"Tidaklah seseorang berwudhu' dan ia melakukan (wudhu' tersebut) dengan sebaik-baiknya, kemudian mengerjakan shalat dua raka'at serta ia menghadap kiblat dengan hati dan wajahnya melainkan diharuskan  (diwajibkan) baginya surga." (HR. Muslim)


8. Hal-hal Yang Makruh Dilakukan dalam Berwudhu'

Ada beberapa hal yang makruh dilakukan dalam berwudhu', yaitu:

a. Berwudhu' di tempat-tempat yang mengandung unsur najis. 

Karena, dikhawatirkan najis yang ada di tempat tersebut berpindah ke badan orang yang tengah berwudhu'.

b. Membasuh dan mengusap anggota wudhu' lebih dari tiga kali. 

Karena, Rasulullah berwudhu' dengan cara membasuh dan mengusap sebanyak tiga kali, kemudian bersabda:

هذَا وُضُوئِي وَوُضُوْءُ الْمُرْسَلِينَ قَبْلِي. ورواه ابن ماجه 

"Inilah wudhu 'ku dan wudhu' para Rasul sebelumku." (HR. Ibnu Majah)

Hadits ini juga diperkuat dengan hadits yang diriwayatkan dari Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya, dimana ia menceritakan:

"Ada seorang Badui yang datang kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam seraya bertanya mengenai wudhu'. Maka beliau memperlihatkan kepadanya dengan cara tiga kali-tiga kali, kemudian bersabda: Demikian itulah tata-cara wudhu'. Barangsiapa menambahnya, maka ia telah berlaku tidak baik dan zalim." (HR. Abu Dawud, An-Nasa'i dan Ibnu Majah)

c. Boros di dalam menggunakan air. 

Karena, Rasulullah cukup berwudhu' dengan menggunakan satu mud air. (HR. At-Tirmidzi). 

Juga karena Rasulullah pernah melintas di hadapan Sa'ad yang sedang berwudhu'. Lalu beliau berkata kepadanya: "Janganlah engkau boros di dalam menggunakan air untuk berwudhu'! Sa'ad bertanya: Wahai Rasulullah: Apakah dalam hal menggunakan air ini juga terdapat pemborosan? Rasulullah menjawab: Benar, meskipun engkau berada di tengah sungai yang mengalir airnya." (HR. Ibnu Majah).

d. Berwudhu' dari sisa air wudhu' wanita

Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut ini:

نَهَى رَسُوْلُ اللهِ ﷺ عَنْ فَضْلِ طَهُوْرِ الْمَرْأَةِ. ورواه الترمذي

"Rasulullah melarang seorang muslim yang berwudhu' dengan menggunakan air sisa bersuci dari seorang wanita." (HR. At-Tirmidzi)

9. Cara Wudhu' Yang Sempurna

a. Berniat di dalam hati.

b. Membaca Basmalah dan Hamdalah.

c. Mencuci tangan sampai ke pergelangan sebanyak tiga kali.

d. Berkumur tiga kali.


e. Bersiwak.

f. Memasukkan air ke dalam rongga hidung sebanyak tiga kali. 

Usahakan untuk bisa memasukkan sedalam-dalamnya, kecuali jika dalam keadaan puasa. Setelah itu, mengeluarkannya sebanyak tiga kali pula. Juga diperbolehkan mengambil air dengan telapak tangan dan membaginya. Yaitu, sebagian untuk berkumur dan sebagian lainnya untuk beristinsyaq. Selanjutnya mengeluarkan ke arah sebelah kiri. Hal ini dilakukan sebanyak tiga kali.

g. Membasuh muka sebanyak tiga kali.

Dalam membasuh muka ini dimulai dari tempat tumbuhnya rambut kepala sampai ke ujung dagu paling bawah dan dari bagian bawah telinga sebelah kanan sampai pada bagian bawah telinga sebelah kiri.

h. Selanjutnya basuhlah tangan sebelah kanan sampai ke siku sebanyak tiga kali lalu tangan sebelah kiri juga tiga kali. 

Dalam membasuh tangan ini, hendaklah dimulai dari jari-jari, yaitu dengan menyela-nyela antara jari-jari tersebut dan menggerakkan gelang tangan jika memakainya.

i. Kemudian usaplah kepala secara keseluruhan atau seperempat kepala pada bagian depan satu kali saja 

yaitu dengan menggunakan kedua telapak tangan setelah membasuh keduanya dengan air. Caranya dimulai dari depan ke belakang, kemudian menariknya dari belakang ke depan. Dari sisa air yang masih ada pada tangan, boleh digunakan untuk mengusap kedua telinga, baik bagian luar maupun dalam sebanyak satu kali.

j. Kemudian basuhlah kaki sebelah kanan sebanyak tiga kali dan sebelah kiri juga tiga kaliKeduanya sampai ke mata kaki. 

Hal ini dilakukan dengan disertai penyelaan terhadap jari-jari kaki dan meratakan basuhannya mencapai tumit. Perhatikanlah urutan ini dan berhati-hatilah untuk tidak membiarkan sedikit pun dari bagian atau anggota wudhu' yang harus dibasuh tidak terkena air, sehingga wudhu' dan shalat yang dilakukan menjadi sah, tidak batal. Selain itu, hendaknya tidak berlaku boros di dalam menggunakan air. Di dalam membasuh atau mengusap bagian-bagian yang harus dibasuh dan diusap, tidak diperbolehkan menyelangkan waktu yang terlalu lama antara satu bagian dengan bagian yang lain, sehingga bagian sebelumnya telah menjadi kering. Juga tidak diperbolehkan berbicara pada saat berwudhu', kecuali karena adanya suatu kepentingan yang diperbolehkan.

k. Setelah selesai berwudhu, ucapkanlah do'a

أَشْهَدُ أَنْ لا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، اللهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِينَ، وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ.

"Aku bersaksi, bahwa tidak ada Ilah yang patut disembah selain Allah dan tiada sekutu bagi-Nya. Aku juga bersaksi, bahwa Muhammad adalah hamba sekaligus Rasul-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk golongan orang-orang yang bertaubat dan jadikan pula aku termasuk orang-orang yang mensucikan diri."





Post a Comment

1Comments

Post a Comment