Macam-macam Shalat sunnah

Wahyu Ayatullah
0
KitaPintar


BAB SHALAT SUNNAH'

1. Keutamaan Shalat Tathawwu'

Shalat tathawwu' (sunnat) memiliki fadhilah (keutamaan) yang sangat besar. Rasulullah pernah bersabda:

مَا أَذِنَ اللَّهُ لِعَبْدٍ فِي شَيْءٍ أَفْضَلَ مِنْ رَكْعَتَيْنِ يُصَلِّيْهِمَا، وَإِنَّ الْبِرَّ لَيُذَرُّ عَلَى رَأسِ الْعَبْدِ مَا دَامَ فِي صَلاتِهِ. ورواه الترمذي

"Allah tidak mengizinkan hamba-Nya melakukan sesuatu yang lebih afdhal kecuali shalat sunnat, dua raka'at yang dikerjakannya. Karena sesung-guhnya kebaikan akan senantiasa mengitari di atas kepalanya selama ia masih berada di dalam shalatnya." (HR. At-Tirmidzi sebagai hadits shahih)

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah berkata kepada orang yang meminta beliau menemaninya di surga: "Bantulah aku memenuhi permintaanmu itu dengan banyak bersujud" (HR. Muslim).

2. Hikmah Shalat Tathawwu'

Hikmah shalat tathawwu' ini adalah menutupi kekurangan dari shalat fardhu. Berkenaan dengan hal tersebut Rasulullah bersabda:

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاةُ، يَقُولُ رَبُّنَالِلْمَلائِكَةِ. وَهُوَ أَعْلَمُ أَنْظُرُوا فِي صَلَاةِ عَبْدِي أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا؟ فَإِنْ كَانَتْ تامة كُتبَتْ لَهُ تَامَّةً، وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ: أَنْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّع؟ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ: أَتِمُّوا لِعَبْدِي فَرِيْضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ، ثُمَّ تُوْحَدُالأَعْمَالُ عَلَى ذَاكَ. ورواه أبو داود

"Amal perbuatan manusia yang pertama kali dihisab pada hari kiamat kelak adalah shalat. Allah befirman kepada para malaikat, karena Dia yang lebih mengetahui: Perhatikanlah shalat hamba-Ku itu, apakah ia menyempurnakan atau menguranginya? Jika shalatnya itu sempurna maka ditetapkan baginya sebagai shalat yang sempurna dan jika ia kurangi sedikit di dalam melakukannya, maka perhatikanlah, apakah hamba-Ku itu mengerjakan shalat tathawwu'? Jika ia melakukan shalat tathawwu', maka sempurnakanlah shalat fardhu hamba-Ku yang kurang itu dengan shalat tathawwu' yang dikerjakannya. Selanjutnya seperti itulah amal fardhunya yang lain diperlakukan (yang sunnah dijadikan penyempurna bagi yang wajib)." (HR. Abu Dawud, sebagai hadits hasan)

3. Waktu Shalat Tathawwu'

Diperbolehkan mengerjakan shalat tathawwu'sepanjang siang dan malam hari kecuali lima waktu yang dilarang untuk mengerjakan shalat di dalamnya,yaitu:

a. Setelah shalat Subuh sampai terbitnya matahari.

b. Sejak terbitnya matahari sampai setinggi tombak.

c. Ketika matahari tepat berada di titik kulminasi (tengah-tengah) sehingga condong.

d. Setelah berakhirnya waktu shalat Ashar sampai matahari bewarna kekuning-kuningan.

e. Sejak matahari bewarna kekuning-kuningan sampai terbenamnya matahari.

4. Mengerjakan Shalat Tathawwu' Dengan Duduk

Diperbolehkan bagi muslim/h mengerjakan shalat sunnat dengan duduk. Akan tetapi, pelaksanaan shalat sunnat dengan posisi duduk hanya mendapatkan setengah dari pahala shalat yang dikerjakan dengan berdiri. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:

صَلاةُ الرَّجُل قَاعِدًا نِصْفُ الصَّلاةِ. متفق عليه

"Shalatnya seseorang yang dilakukan dengan duduk bernilai setengah shalat." (HR. Muttafaqun 'Alaih)

5. Macam-macam Shalat Tathawwu / Shalat Sunnah'

Macam-macam shalat tathawwu' / shalat sunnah adalah sebagai berikut:

a. Shalat Tahiyyatul Masjid

Disunnatkan bagi wanita muslimah yang memasuki masjid untuk mengerjakan shalat dua raka'at sebelum duduk. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari Abu Qatadah, dimana ia menceritakan; bahwa Rasulullah bersabda:

إذا دخل أحدُكُمُ المسجد فلا يعلى على تركع ركعتين ومتفق عليهم

"Apabila salah seorang di antara kalian memasuki masjid, maka janganlah ia duduk sebelum melaksanakan ruku' dua raka'at." (HR. Muttafaqun 'Alaih)

Apabila telah terlanjur duduk, maka masih disunnatkan baginya berdiri dan mengerjakan shalat tahiyyatul masjid dua raka'at, riyawat dari Jabir, dimana ia menceritakan: "Sulaik Al-Ghathfani pernah datang ke masjid ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sedang berkhutbah. Lalu ia duduk dan Rasulullah menegurnya dengan berkata: Wahai Sulaik, berdiri dan ruku'lah dua raka'at dengan sekedarnya" (HR. Muslim).

b. Shalat Dhuha

Hendaklah muslim/h mengetahui, bahwa shalat dhuha itu berjumlah empat raka'at dan yang terbanyak adalah delapan raka'at, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam; sesungguhnya Allah telah be-lfirman:

ابن آدم أربع ركعات لي أربع ركعات من أول النهار أكليك أمره. ورواه أحمد وأبو داود والترمذي

"Wahai anak Adam, empat raka'at untuk-Ku, yaitu dari dimulainya siang dila hari, niscaya akan Aku cukupi kebutuhanmu pada akhir siang hari tersebut." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidzi dengan sanad jayyid).

Waktu shalat dhuha dimulai sejak meningginya matahari (setinggi tombak) dan berakhir ketika zawal. Akan tetapi, disunnatkan bagi mulim/h untuk mengakhirkan waktu pelaksanaan shalat dhuha ini sampai matahari meninggi dan panas menyengat.

c. Shalat Tarawih

Hendaklah muslim/h mengetahui, bahwa shalat tarawih itu berjumlah sebelas raka'at, dan hukum mengerjakannya adalah sunnat, baik bagi laki-laki maupun wanita. Waktu pelaksanaan shalat sunnat ini adalah sesudah shalat Isya' hingga berakhirnya waktu untuk shalat witir atau hingga akhir malam.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, ia menceritakan:

كَانَ رَسُولُ اللهِ لا يَرْغَبُ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَ فِيهِ بِعَزِيْمَةٍ،فَيَقُولُ: مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.

"Rasulullah senang mengerjakan shalat tarawih pada (malam dari bulan) Ramadhan tanpa memerintahkannya dengan paksa. Untuk itu beliau berkata: Barangsiapa mengerjakan shalat sunnat di malam hari pada bulan Ramadhan karena keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah, niscaya akan diberikan ampunan atas segala dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Jama'ah)

1. Jumlah raka'at Tarawih

Jumlah raka'at pada shalat Tarawih ini adalah sebanyak sebelas raka'at. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu Anha:

أَنَّ النبيَّ لا مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَرَكْعَة. ورواه الجماعة 

"Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak mengerjakan lebih dari sebelas raka'at, baik pada bulan Ramadhan maupun bulan lainnya." (HR.Jama'ah)

Dan diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dari Jabir Radhiyallahu Anhu:

أَنَّهُ صَلَّى بِهِمْ ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ وَالْوِتْرَ، ثُمَّ انْتَظَرُوْهُ فِي الْقَابِلَةِ فَلَمْ يَخْرُجُ

"Bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah mengerjakan shalat bersama para shahabatnya sebanyak delapan raka'at disertai dengan tiga raka'at witir. Selanjutnya para shahabat menunggunya. Akan tetapi, beliau tidak keluar lagi menemui mereka." (HR. Ibnu Khuzaimah)

Pada masa Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib para shahabat mengerjakan shalat tarawih sebanyak dua puluh raka'at. Demikian menurut pendapat para ahli fiqih, baik panganut madzhab Hanafi, Hanbali maupun Dawud Adh-Dhahiri. Adapun sebagian ulama berpendapat, bahwa yang disunnatkan dalam shalat tarawih ini adalah sebelas raka'at, termasuk di dalamnya tiga raka'at shalat witir. Hal ini telah ditetapkan di dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.

Diperbolehkan bagi muslim/h mengerjakan shalat tarawih ini dengan berjama'ah, sebagaimana diperbolehkan mengerjakannya sendirian. Akan tetapi, menurut jumhur ulama, apabila dikerjakan secara berjama'ah, maka hal itu lebih afdhal. Telah dikisahkan, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah mengerjakan shalat tarawih berjama'ah bersama kaum muslimin. Akan tetapi, beliau tidak melanjutkannya karena takut akan dianggap sebagai amalan yang diwajibkan bagi mereka. Selanjutnya, sepeninggal Rasulullah, Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu mengambil inisiatif untuk mengumpulkan mereka kembali dan mengimami shalat tarawih mereka.

2. Bacaan dalam shalat Tarawih

Tidak ada bacaan tersendiri (khusus) yang disunnatkan dalam shalat tarawih ini. Imam Ahmad berkata: "Pada shalat sunnat di bulan Ramadhan, hendaknya dibacakan bacaan yang meringankan bagi para jama'ah dan tidak memberatkan mereka, apalagi jika hal itu dikerjakan setelah larut malam." Sedangkan Al-Qadhi mengatakan: "Tidak disunnatkan mengurangi bacaan bagi orang yang mengkhatamkan Al-Qur'an pada bulan Ramadhan, agar orang-orang mendengarkan seluruh kandungan dari Al-Qur'an. Akan tetapi, tidak boleh menambah pada bacaan penutup dari Al-Qur'an tersebut, karena dikhawatirkan akan memberatkan orang-orang yang berada dibelakangnya. Sebab, menghormati keadaan jama'ah adalah lebih baik. Sedang apabila jama'ah telah bersepakat dan setuju memperpanjang bacaan, maka yang demikian itu adalah lebih afdhal."

d. Shalat dua raka'at setelah wudhu'

Disunnatkan bagi muslim/h untuk mengerjakan shalat dua raka'at sesudah wudhu'. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah:

لاَ يَتَوَضَّأُ رَجُلٌ مُسْلِمٌ فَيُحْسِنُ الْوُضُوءَ إِلا غَفَرَ اللهُ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الصَّلَاةِالَّتِي تَلِيْهَا . ورواه مسلم 

"Tidaklah seorang muslim itu berwudhu', lalu memperbaiki wudhu'nya, melainkan Allah akan memberikan ampunan kepadanya antara waktuwudhu' tersebut sampai shalat berikutnya." (HR. Muslim)

5. Shalat Dua Raka'at Ketika Tiba Dari Perjalanan

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah mengerjakan shalat ini ketika beliau tiba dari sebuah perjalanan, sebagaimana dikisahkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Ka'ab bin Malik Radhiyallahu Anhu:

كَانَ النَّبِيُّ ﷺ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرِهِ بَدَأَ بِالْمَسْجِدِ فَرَكَعَ فِيْهِ رَكْعَتَيْنِ. متفق عليه

"Apabila Nabi kembali dari perjalanannya, maka beliau mendatangi masjid dan ruku' (shalat sunnat) di dalamnya sebanyak dua raka'at." (HR. Muttafaqun 'Alaih)

6. Shalat Taubat

Dari Abu Bakar Radhiyallahu Anhu, ia bercerita; aku pernah mendengar Rasulullah bersabda:

"Tidaklah seseorang berbuat dosa, lalu ia bersuci dan mengerjakan shalat kemudian memohon ampunan kepada Allah, melainkan Allah akan memberikan ampunan kepadanya." Setelah itu beliau membacakan ayat berikut ini: Dan juga orang-orang yang apabila melakukan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri", mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun atas dosa-dosa mereka. Siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka mendapat balasan berupa ampunadari Allah dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya." (HR. Abu Dawud, An-Nasa'i, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi)

Menurut At-Tirmidzi, hadits ini berstatus hasan.

7. Shalat Dua Raka'at Sebelum Maghrib

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

صَلُّوْا قَبْلَ الْمَغْرِبِ، صَلُّوْا قَبْلَ الْمَغْرِبِ، ثُمَّ قَالَ فِي الثَّالِثَةِ : لِمَنْ شاء. ورواه البخاري

"Shalatlah (sunnat) sebelum Maghrib, shalatlah sebelum Maghrib dan ketiga kalinya beliau berkata: bagi siapa yang menghendaki." (HR. Bukhari)

8. Shalat Istikharah

Disunnatkan bagi muslim/h yang ingin menentukan pilihan terhadap sesuatu (yang terbaik) untuk mengerjakan shalat sunnat dua raka'at, selain yang diwajibkan, baik itu shalat sunnat rawatib maupun tahiyyatul masjid, pada siang atau malam hari. Setelah membaca Al-Fatihah, dibolehkan baginya membaca surat apa saja yang dikehendakinya. Kemudian bertahmid dan bershalawat kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Diriwayatkan dari Jabir, dia bercerita; bahwa Rasulullah mengajarkan shalat sunnat istikharah (meminta petunjuk) kepada kami dalam segala hal. Sebagaimana beliau mengajarkan kepada kami sebuah surat dari Al-Qur'an, seraya berkata: Apabila salah seorang di antara kalian menghendaki sesuatu hal, maka hendaklah ia mengerjakan shalat dua raka'at, selain shalat fardhu. Kemudian hendaklah ia berdo'a:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلامُ الْغُيُوبِ، اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ - وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ - خَيْرٌلِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي فَاقْدِرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِك لِي فِيهِ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ شَرٌّ لِيْ فِي دِيْنِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدِرْ لِيَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ وَارْضني به. ورواه البخارى

"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon petunjuk yang baik dengan pengetahuan-Mu. Aku memohon agar diberi kekuatan dengan kekuatan-Mu. Aku memohon kemurahan yang sangat luas, karena sesungguhnya Engkau berkuasa, sedangkan aku tidak. Engkau Maha Mengetahui, sedang aku tidak dan Engkau Maha Mengetahui segala yang ghaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini (sebut jenis perkaranya) baik bagiku, bagi agama, bagi kehidupanku saat ini dan masa depan, maka mudahkanlah ia bagiku. Kemudian berkahilah ia bagiku. Sedang apabila Engkau mengetahui bahwa perkara itu buruk bagiku, bagi agama, bagi kehidupanku saat ini dan masa depanku, maka jauhkanlah ia dariku atau jauhkanlah aku darinya. Berikanlah kepadaku kebaikan di manapun adanya dan jadikanlah aku orang yang ridha dengan pemberian-Mu itu." (HR. Bukhari)

Dalam riwayat At-Tirmidzi disebutkan: "Kemudian jadikanlah aku orang yang ridha dengan pemberian-Mu itu."

9. Shalat Hajat

Dari Abu Darda' Radhiyallahu Anhu, ia berkata; Nabi pernah bersabda:

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَسَبْعَ الْوُضُوءَ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ يُتِمُّهُمَا أَعْطَاهُ اللَّهُ مَا سَأَلَ مُعَجَلاً أَوْ مُوَخَّرًا. ورواه أحمد

"Barangsiapa berwudhu', kemudian mengerjakan shalat sunnat dua raka'at dan menyempurnakannya, maka Allah akan memberikan apa yang dimintanya, baik disegerakan maupun diakhirkan." (HR. Ahmad dengan sanad shahih)

10. Shalat Tasbih

Shalat tasbih berjumlah empat raka'at. Setelah membaca Al-Fatihah dan surat dari Al-Qur'an pada setiap raka'at membaca "Subhanallah wal Hamdulillah wa Laa Ilaaha Illallah Wallahu Akbar" sebanyak lima belas kali. Pada saat ruku' membaca bacaan yang sama sepuluh kali. Ketika bangkit dari ruku' (i'tidal) sepuluh kali. Pada saat sujud sepuluh kali. Ketika duduk di antara dua sujud sepuluh kali. Pada saat sujud yang kedua sepuluh kali dan ketika hendak bangkit memasuki raka'at yang kedua hendaknya duduk sebentar seraya membaca bacaan yang sama sebanyak sepuluh kali. Dengan demikian, bacaan tasbih pada setiap raka'atnya berjumlah tujuh puluh lima kali. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah kepada pamannya, Abbas:

يَا عَبَّاسُ، يَا عَمَّاهُ أَلاَ أَعْطِيكَ إِلَى آخِرِ الْحَدِيثِ فَذَكَرَ لَهُ كَيْفِيَّةً صَلَاةِ التّسْبِيحِ، وَقَالَ: إِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تُصَلِّيَهَا فِي كُلِّ يَوْمٍ مَرَّةً فَافْعَلْ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَفِي كُلِّ جُمْعَةٍ مَرَّةً، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي عُمُرِكَ مَرَّةً. ورواه أبو داود وغيره

"Wahai pamanku Abbas, maukah engkau aku berikan sesuatu? --sampai akhir hadits dengan menyebutkan cara mengerjakan shalat tasbih-- Lalu beliau berkata: Jika engkau bisa mengerjakannya setiap hari satu kali, maka kerjakanlah. Jika engkau tidak bisa, maka kerjakan pada setiap Jum'at satu kali. Jika tidak bisa juga, maka kerjakan dalam seumur hidup mu satu kali saja." (HR. Abu Dawud dan perawi lainnya, yang sebagian menshahihkan hadits ini)

11. Sujud Syukur

Sujud syukur adalah ungkapan rasa syukur seorang hamba kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala atas nikmat yang telah diterimanya atau rasa syukur karena selamat dari mara bahaya. Di antaranya dapat kita ambil contoh dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dimana ketika Jibril Alaihissalam mendatanginya dan berkata kepada beliau: "Barangsiapa bershalawat kepadamu satu kali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali. Maka beliau segera bersujud sebagai rasa syukur kepada Allah" (HR. Ahmad).

Disunnatkan bagi muslim/h bersujud syukur ketika mendapatkan kenikmatan atau berhasil selamat dari bahaya. Telah diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir dari Abu Bakar:

أنَّ النبيَّ لا كَانَ إِذَا أَتَاهُ أَمْرٌ يَسُرُّ بِهِ حَرَّ سَاجِدًا. رواه ابن المنذر

"Bahwasanya apabila Nabi mendapatkan sesuatu yang menggembirakan atau berita baik mengenai dirinya, beliau langsung bersujud sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah." (HR. Ibnu Mundzir)

Sedangkan menurut lafazh Abu Dawud dinyatakan:

كَانَ إِذَا أَتَاهُ أَمْرٌ يَسَرُّ بِهِ أَوْ بَشَّرَ بِهِ خَرَّ سَاجِدًا شَاكِرًا لِلَّهِ. رواه أبوداود

"Apabila Rasulullah memperoleh sesuatu yang menyenangkan dirinya atau mendapatkan kabar gembira, maka beliau langsung bersujud sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah." (HR. Abu Dawud)

Imam At-Tirmidzi mengatakan, bahwa hadits ini berstatus hasan gharib Adapun Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu pernah bersujud syukur ketika Yamamah berhasil dibebaskan.

12. Sujud Tilawah

Dari Abu Sa'id Al-Khudri Radhiyallahu Anhu, ia menceritakan: "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah membaca Al-Qur'an sedang beliau berada di atas mimbar. Ketika sampai pada ayat As-Sajdah, beliau turun dan bersujud. Pada hari yang lain beliau membacanya kembali. Ketika sampai pada ayat As-Sajdah, para shahabat bersiap untuk bersujud. Kemudian Rasulullah bersabda: Sebenarnya hal itu merupakan taubat Nabi Dawud, akan tetapi aku melihat kalian telah bersiap untuk sujud. Maka beliau pun turun dari mimbar dan bersujud, lalu para shahabat pun bersujud" (HR. Abu Dawud).

Bagi muslim/h, melakukan sujud tilawah ini hendaknya juga di ikuti dengan bertakbir, bangkit dari sujud dan mengucapkan salam seperti layaknya dalam shalat. Mengenai hal ini telah disebutkan dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhu, dimana menceritakan:

كَانَ رَسُولُ اللهِ الله يَقْرَأُ عَلَيْنَا الْقُرْآنَ فَإِذَا مَرَّ بِالسَّجْدَةِ كَبَّرَ وَسَجَدَ وَسَجَدْنَا مَعَهُ. ورواه أحمد

"Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam membacakan ayat-ayat Al-Qur'an kepada kami, dan sampai pada ayat sajdah, maka beliau langsung bertakbir serta bersujud dan kami pun ikut bersujud bersamanya." (HR. Ahmad)

Muslim/h yang melakukan sujud tilawah hendaknya membaca apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Yaitu, seperti yang dikisahkan oleh Aisyah, dimana Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengucapkan do'a dalam sujud tilawahnya pada suatu malam yang beliau ambil dari Al-Qur'an:

سَجَدَ وَجْهِيَ لِلَّذِي خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ. رواه الترمذي 

"Aku bersujud kepada Allah yang telah menciptakan manusia, membukakan pendengaran dan penglihatannya dengan daya dan kekuatan-Nya." (HR. At-Tirmidzi)

Imam At-Tirmidzi mengatakan, bahwa hadits ini berstatus hasan shahih. Sujud tilawah ini dihukumi sunnat mu'akkadah dan bukan amalan yang diwajibkan. Muslim/h yang melakukaknnya, berarti telah berbuat suatu diwajibkan. Muslim/h yang melakukannya, berarti telah berbuat suatu kebaikan dan yang meninggalkannya tiada berdosa.

13. Shalat Gerhana Matahari dan Bulan

Menurut para ulama, shalat gerhana matahari itu hukumnya sunnat mu'akkadah. Yang lebih afdhal, shalat ini dikerjakan secara berjama'ah. Akan tetapi, berjama'ah itu bukanlah suatu yang disyaratkan. Shalat gerhana matahari ini berjumlah dua raka'at, dimana pada setiap raka'atnya melaksanakan dua kali ruku'. Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diperoleh dari Aisyah Radhiyallahu Anha:

حَسَفَتِ الشَّمْسُ فِي حَيَاةِ النَّبِيِّ ﷺ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ إِلَى الْمَسْجِدِ فَقَامَ فَكَبَّرَ وَصَفَّ النَّاسُ وَرَاءَهُ ، فَاقْتَرَأَ قِرَاءَةٌ طَوِيْلَةً، ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوْعًا طَوِيْلاً هُوَ أَدْنَى مِنَ الْقِرَاءَةِ الأَوْلَى، ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ، ثُمَّ قَامَ فَاقْتَرَأَ قِرَاءَةً طَوِيْلَةٌ هِيَ أَدْنَى مِنَ الْقِرَاءَةِالأولى، ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوْعًا هُوَ أَدْنَى مِنَ الرُّكُوعِ الأَوَّلِ ثُمَّ قَالَ: سَمِعَ الله لِمَنْ حَمِدَهُ ، رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ. ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ فَعَلَ فِي الرَّكْعَةِ الأُخْرَى مِثْلَ ذلِكَ حَتَّى اسْتَكْمَلَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ، وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ وَانْجَلَتِ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَنْصَرِفَ ثُمَّ قَامَ فَخَطَبَ النَّاسَ فَأَثْنى عَلَى اللَّهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ ثُمَّ قَالَ: إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ أَيَتَان مِنْ آيَاتِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوْهَا فَافْزَعُوْا إِلَى الصَّلَاةِ. متفق عليه)

"Pada masa hidup Rasulullah pernah terjadi gerhana matahari. Lalu beliau berangkat ke masjid, kemudian berdiri dan bertakbir. Para shahabat pun berbaris di belakang beliau. Lalu beliau membaca bacaan surat (dari Al-Qur'an) yang panjang. Kemudian beliau bertakbir dan melakukan ruku' yang pertama dalam waktu yang cukup panjang, akan tetapi tidak lebih lama dari bacaan surat yang pertama. Setelah itu beliau bangkit dari ruku' seraya mengucapkan: Sami'allahu liman hamidah, Rabbana wa lakalhamdu (Allah mendengarkan hamba yang memuji-Nya. Karena itu ya Allah, segala puji hanya untuk-Mu). Selanjutnya beliau berdiri dan membaca bacaan surat (dari Al-Qur'an) yang lebih pendek dari bacaan pertama. Lalu melaksanakan ruku' yang lebih pendek dari ruku' pertama. Kemudian berdiri dan mengucapkan: Sami'allahu liman hamidah, Rabbana wa lakalhamdu. Setelah itu beliau sujud, dan kemudian melakukan gerakan yang sama pada raka'at selanjutnya sampai empat raka'at dengan empat kali sujud. Lalu matahari muncul sebelum beliau berbalik. Setelah itu, beliau berdiri dan memberikan khutbah kepada jama'ah. memuji Allah yang memang layak mendapatkan pujian tersebut. Kemudian beliau bersabda: Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua dari tanda-tanda kekuasaan Allah Azza wa Jalla, dimana keduanya bukan terjadi karena adanya kematian atau kehidupan seseorang. Karena itu, apabila kalian menyaksikan keduanya (gerhana matahari dan bulan), maka bersegeralah untuk mengerjakan shalat." (HR. Muttafaqun 'Alaih)

Menurut sunnat yang benar, shalat kusuf itu dikerjakan dalam dua raka'at, yang di dalamnya dibaca Al-Fatihah seperti halnya dalam shalat 'led maupun shalat Jum'at. Setelah itu, dibacakan beberapa ayat dari Al-Qur'an. Diperbolehkan bagi muslim/h menjaharkan (mengeraskan) bacaan pada shalat ini atau sebaliknya, secara perlahan. Namun, Imam Bukhari pernah mengatakan: "Yang lebih benar adalah menjaharkan bacaan." Waktu mengerjakan shalat kusuf (gerhana matahari) ini adalah sejak terjadinya gerhana sampai matahari itu muncul kembali. Adapun pelaksanaan shalat khusuf (gerhana bulan) sama seperti shalat kusuf. pada keduanya disunnatkan membaca takbir, berdo'a, bersedakah dan beristighfar. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Aisyah bahwa Nabi pernah bersabda:

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ أَيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَنْحَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَتَصَدَّقُوْا. متفق عليه

"Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua dari tanda-tanda kekuasaan Allah Azza wa Jalla, dimana keduanya bukan terjadi karena adanya kematian atau kehidupan seseorang. Karena itu, apabila kalian menyaksikan keduanya (gerhana matahari dan bulan), maka berdo'a, bertakbir dan bersedekahlah." (HR. Muttafaqun 'Alaih)

14. Shalat Istisqa'

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, ia menceritakan:

أَصَابَتِ النَّاسَ سَنَةٌ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ ، فَبَيْنَمَا النَّبِيُّ يَخطُبُ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ، قَامَ أَعْرَابِيٌّ ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ! هَلَكَ الْمَالُ، وَجَاعَ الْعِيَالُ، فَادْعُ اللَّهُ لَنَا فَرَفَعَ يَدَيْهِ، وَمَا نَرَى فِي السَّمَاءِ فَزَعَةٌ، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا وَضَعَهَا حَتَّى ثَارَ السَّحَابُ أَمْثَالَ الْحِبَالِ. ثُمَّ لَمْ يَنزِلْ عَنْ مِنْبَرِهِ حَتَّى رَأَيْتُ الْمَطَرَ يَتَحَادَرُ عَلَى لِحْيَتِهِ ، فَمُطِرْنَا يَوْمُنَا ذُلِكَ، وَمِنَ الْغَدِ، وَبَعْدَ الْغَدِ، وَالَّذِي يَلِيْهِ، حَتَّى الْجُمُعَةَ الأُخْرَى، فَقَامَ ذَلِكَ الْأَعْرَابِيُّ، أَوْ قَالَ غَيْرُهُ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ تَهَدَّمَ الْبَنَاءُ، وَغَرقَ الْمَالُ، فَادْعُ اللَّهَ لَنَا فَرَفَعَ يَدَيْهِ، فَقَالَ: اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا، فَمَا يُشِيرُ بِيَدِهِ إِلَى نَاحِيَةٍ مِنَ السَّحَابِ إِلَّاانْفَرْحَتْ وَصَارَتِ الْمَدِينَةُ مِثْل الجَوْبَةِ، وَسَالَ الْوَادِي فَنَاةَ شَهْرًا، وَلَمْ يَجِيءأَحَدٌ مِنْ نَاحِيَةٍ إِلا حَدَّثَ بِالْجَوْدِ. ورواه البخاري

"Orang-orang pernah mengalami kekeringan pada masa Rasulullah. Ketika beliau sedang berkhutbah pada hari Jum'at, ada seorang Badui berdiri seraya berkata: Wahai Rasulullah, harta benda kami telah habis dan seluruh keluarga mengalami kelaparan. Karena itu, mohonkanlah kepada Allah untuk kami. Maka beliau segera mengangkat kedua tangannya untuk berdo'a. Pada saat itu, kami tidak melihatnya adanya gumpalan awan di langit. Isi do'a tersebut berbunyi: Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Beliau tidak menurunkan tangannya sampai awan hitam menggumpal di udara bagaikan gunung. Beliau juga tidak turun dari mimbar sampai aku menyaksikan hujan turun hingga membasahi jenggotnya. Maka hujan pun diturunkan pada hari itu juga kepada kami dan berlanjut sampai keesokan harinya, bahkan sampai datang hari Jum'at berikutnya. Kemudian orang Badui tadi berdiri seraya berkata: Wahai Rasulullah, gedung-gedung beruntuhan dan harta benda kami pun masuk ke perut bumi. Karena itu, mohonkanlah kepada Allah untuk kami. Beliau segera mengangkat kedua tangannya seraya berdo'a: Ya Allah, turunkanlah hujan di sekeliling kami dan janganlah engkau turunkan sebagai musibah bagi kami. Belum lagi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menurunkan tangannya hujan pun sudah reda. Sehingga kota Madinah pada saat itu tampak lebih bersih dan cuaca menjadi terang-benderang, bagai kota yang dilingkari oleh suatu bulatan (pelangi). Air lembah menggenangi parit-parit selama satu bulan. Tiada seorang pun yang datang dari berbagai arah di negeri Arab, melainkan ia memperbincangkan perihal adanya hujan yang turun dengan lebat tersebut." (HR. Bukhari)

Shalat istisqa' (shalat meminta hujan) ini dikerjakan dengan cara berjama'ah sebanyak dua raka'at pada setiap saat, selain waktu yang dilarang dalamnya mengerjakan shalat. Al-Fatihah pada raka'at yang pertama dibaca dengan suara keras, lalu membaca surat Al-A'la. Sedang pada raka'at yang kedua, setelah Al-Fatihah membaca surat Al-Ghaasyiyah. Setelah itu, imam yang juga boleh dilakukan sebelum pelaksanaan shalat. Setelah usai khutbah, hendak memimpin shalat tersebut disunnatkan untuk berkhutbah. Akan tetapi, khutbah juga boleh dilakukan sebelum pelaksanaan shalat. Setelah usai khutbah, hendaklah para jama'ah memindahkan seluruh bawaannya, yang berada di sebelah kanan, ke sebelah kiri yang sebelah kiri ke kanan, sembari menghadapkan pandangannya ke arah kiblat. Kemudian memanjatkan do'a kepada Allah Azza wa Jalla dengan menyampaikan hajatnya.

Shalat istisqa' ini dilakukan tanpa mengumandangkan adzan dan iqamat. Diriwayatkan dari Salim bin Abdillah, dari ayahnya, ia berkata; apabila Nabi berdo'a memohon hujan, maka beliau membaca:

اَللّهُمَّ أَسْقِنَا عَيْنًا، مُغِيْئًا، مَرِيعًا، غَدَقًا، مُجَلَّلاً، عَامًا، طَبَقًا، سَحَّا، دَائِمًا، اَللّهُمَّ اسْقِنَا الْغَيْثَ وَلاَ تَجْعَلْنَا مِنَ الْقَانِطِيْنَ، اَللّهُمَّ إِنَّ بِالْعِبَادِ وَبِالْبِلادِ وَبِالْبَهَائِمِ، وَالْحَلْقِ مِنَ الاَوَاءِ وَالْجُهْدِ وَالضَكِ مَا لَا نَشْكُوهُ إِلَّا إِلَيْكَ. اللَّهُمَّ أَنبَتْ لَنَا الْزَرْعَ، وَأَدِرَّ لَنَا الضَّرَّةَ، وَاسْقِنَا مِنْ بَرَكَاتِ السَّمَاءِ وَأَنْبِتْ لَنَا مِنْ بَرَكَاتِ الْأَرْضِ، اللهُمَّ ارْفَعْ عَنا الْمُهْدَ، وَالْحُوْعَ وَالْعُرَي وَاكْشِفْ عَنَّا مِنَ الْبَلَاء مَا لَا يَكْشِفُهُ غَيْرُكَ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَغْفِرُكَ إِنَّكَ كُنتَ غَفَّارًا، فَأَرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْنَا مِدْرَارًا.

"Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami yang menyuburkan, mensejahterakan, yang bermanfaat, merata, yang turun dari atas dan terus menerus. Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami dan janganlah Engkau jadikan kami termasuk orang-orang yang berputus asa. Ya Allah, sesungguhnya negara, hewan dan seluruh umat manusia mengalami kesulitan dan kesengsaraan yang tidak kami adukan melainkan hanya kepada-Mu. Ya Allah, tumbuhkanlah semua tanaman bagi kami. Siramilah kami dengan berkah langit dan tumbuhkanlah berkah bagi bumi kami. Ya Allah, hilangkan kesulitan, kelaparan dan kemiskinan serta keluarkanlah kami dari malapetaka yang tidak ada seorang pun dapat melakukannya kecuali Engkau. Ya Allah, kami memohon ampunan kepada-Mu, karena Engkau Maha Pengampun, maka turunkanlah hujan yang deras kepada kami dari langit."

Imam Syafi'i mengatakan, dianjurkan bagi para imam untuk membacakan do'a ini dan diaminkan oleh para makmum.

Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)