BUANG AIR BESAR DAN KECIL
Diantara bukti perhatian islam terhadap kebersihan dan kesucian serta penghormatan yang diberikan Allah kepada manusia dan pembendaannya dari hewan adalah, bahwa islam mengharuskan muslim/h apabila buang air kecil maupun besar untuk membersihkannya dengan air. Sehingga tidak ada lagi najis yang menempel pada kemaluan, dubur dan sekelilingnya. agar dia merasa yakin, bahwa anggota tubuhnya benar-benar suci.
Jika tidak mendapatkan air, maka hendaklah bersuci menggunakan kain, keretas, batu atau segala sesuatu yang suci dan dapat digunakan untuk menghilangkan najis.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulallah pernah berjalan melewati dua makam (kuburan), lalu beliau berkata:
" Sesungguhnya penghuni kedua makam itu sedang menjalani siksaan. Mereka berdua disiksa bukan karena pernah melakukan dosa besar. Salah seorang dari keduanya adalah orang yang selalu tidak bersih bersuci dari buang air kecil (kencing), sedangkan yang yang kedua adalah orang yang suka mengadu domba. " (HR. Bukhari, At-Tarmidzi, An-Nasa'i, Ibnu Majah dan Baihaqi.
1. Etika Ketika Memasuki WC (Water Close)
Hendaklah kita menghindarkan diri dari pandangan dan pendengaran orang lain (yang mengandung syahwat), sehingga tidak mengganggu mereka dengan suar-suara, bau tidak enak serta pandangan yang buruk. Juga hendaknya mereka menutupi diri sehingga tidak seorangpun dapat melihat auratny. Ini merupakan etika yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Didalam kitab Sunan Abu Dawud disebutkan:
" Bahwa apabila hendak buang air besar, Rasulallah pergi jauh sehingga tidak dapat dilihat oleh seseorang. " (HR. Abu Dawud).
Selain itu hendaklah kita menghindarkan diri dari buang air besar di tempat-tempat yang biasa diduduki oleh orang, dijalanan atau ditempat-tempat berteduh.
juga hendaknya kita tidak buang air kecil di tempat-tempat yang airnya tidak mengalir (menggenang) atau bahkan pada air yang mengalir sekalipun, dimana ia berada di tempat-tempat pemandian yang terbuka (untuk umum). Karena, hal itu pada umumnya menimbulkan gangguan atau dosa bagi orang lain yanv menggunakan bak (kolam renang) dan terhindar dari najis (karena jumlah airnya banyak dan terdapat sirkulasi air), maka hal itu di perbolehkan.
2. Doa Yang Dibaca Ketika Masuk dan Keluar dari WC
Ketika kita memasuki WC, hendaklah mendahulukan kaki kiri seraya membaca doa:
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kotoran dan segala hal yang kotor." (HR. Jama'ah)
Setelah keluar WC, hendaklah seorang wanita muslimah mendahulukan kaki kanan, sebagaimana telah dilakukan (dicontohkan) oleh Rasulallah. Selanjutnya berdoa seperti yang dilakukan oleh Aisyah Radhiyallahu Anha:
" Bahwa apabila Rasulallah Shallallahu Alaihi wa Sallam keluar dari WC, beliau mengucapkan doa: Aku memohon perlindungan perlindungan-Mu. " (HR. Al-Khamsah kecuali An-Nasa'i)
Disamping itu, kita tidak diperkenankan (dilarang) bersuci dengan menggunakan tangan kanan, akan tetapi menggunakan tangan tiri serta tidak berlebih-lebihan di dalam bersuci. Karena, agama Allah inj penuh dengan kemudahan. Disunnahkan baginya setelah bersuci untuk memercikan air pada kemaluan dan celananya, guna menghindari gangguan. Sehingga apabila ada syetan yang hendak membisikan sesuatu yang menipu (was-was), bahwa sesuatu telah keluar dari kemaluannya, maka dia akan mengetahui sebenarnya itu hanyalah bekas dari air yang ia percikkan.
Setelah selesai buang air besar, disunnahkan untuk mencuci tangan dengan sabun. Jika tidak ada sabun, hendaklah ia menyela-nyela tangannya dengan tanah dan selanjutnya mencucinya kembali dengan air. Hal itu sebagai usaha yang dilakukan karena mengikuti jejak Rasulallah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
3. Menanggalkan Segala Sesuatu Yang Terdapat Padanya Nama Allah
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, ia menceritakan :
Apabila Nabi memasuki tempat buang air besar (WC), beliau selalu menanggalkan cincinnya." (HR. Al-Khamsah, kecuali Ahmad)
Hadits ini di shahihkan oleh Imam At-Tarmidzi dan dibenarkan pula, bahwa ukiran pada cincin beliau itu bertuliskan "Muhammad Rasulallah". (HR. Al-Baihaqi dan Al-Hakim)
Hadits di atas menunjukkan adanya perintah untuk mensucikan segala sesuatu yang terdapat padanya nama Allah dan larangan memasukan mushhaf Al-Qur'an kedalam WC tanpa adanya alasan yang dapat dibenarkan. Seperti diperbolehkannya membawa masuk cincin atau kalung yang bertuliskan nama Allah kedalam WC apabila ada kekhawatiran jika ditinggalkan diluar akan hilang.
4. Larangan Berbicara Ketika Buang Air Besar
Secara mutlak kita dilarang berbicara ketika buang air besar. Tidak boleh menjawab salam dan adzan, kecuali apa yang mengandung suatu keharusan untuk dilakukan, seperti misalnya menunjukan orang buta yang di khawatirkan akan terpeleset kedalam parit.
Jika bersin, hendaklah ia mengucapkan pujian kepada Allah di dalam hati, tanpa harus diucapkan. hal ini di dasarkan pada hadits dari Ibnu Umar:
"Ada seseorang melewati Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang pada saat itu beliau sedang buang air kecil, lalu orang tersebut mengucapkan salam kepada beliau tetapi beliau tidak menjawabnya."(HR. Jama'ah, kecuali Bukhari)
Dari hadits di atas secara lahiriyah melarang berbicara pada saat buang air besar. Namun ijma' dari para ulama mengalihkan dari hukum yang dianggap haram menjadi hanya sampai pada derajat makruh saja.
5. Larangan dan Anjuran Untuk Tidak Menghadap atau Membelakangi Kiblat Ketika Buang Air Besar
Muslim/h dilarang menghadap kiblat atau membelakanginya pada saat buang air besar. yang demikian itu dimaksud sebagai penghormatan padanya (arah kiblat), sebagaimana di sabdakan oleh Rasulallahu Alahi wa Sallam :
"Apabila salah seorang di antara kalian duduk untuk buang air, maka hendaklah ia tidak menghadap kiblatb dan juga tidak membelakanginya." (HR. Ahmad dan Muslim)
Larangan di sini hanya bersifat makhruh, yang didasarkan pada hadits dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhu, dimana ia menceritakan:
"Pada suatu hari aku pernah menaiki rumah Hafshah untuk suatu keperluan. Lalu aku melihat Nabi sedang buang air besar menghadap kearah (kota) Syam dan posisi beliau pada saat itu membelakangi arah kiblat." (HR. Jama'ah)
Larangan tersebut hanya di tunjukan pada saat buang air di padang pasir (pada tempat terbuka), dan diperbolehkan apabila melaksanakannya didalam sebuah bangunan (WC). Namun demikian, yang terbaik adalah memperhatikan pada saat membelakanginya.
6. Orang Yang Bangun dari Tidur atau Keluar Angin Tidak Berkewajiban untuk Membersihkan Dubur dan Kemaluannya
Tidak ada perintah, baik dalam Al-Qur'an maupun Al-hadits, bagi orang yang bangun dari tidur atau telah keluar angin (kentut) untuk bersuci (membersihkan dubur dan kemaluannya). Oleh karena itu, muslim/h yang baru bangun tidur tidak perlu bersuci, akan tetapi di sunnahkan untuk mengambil wudhu'.
Telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu Alahi wa sallam, dimana beliau bersabda: "Barang siapa bersuci (membersihkan dubur) karena telah mengeluarkan angin (kentut), maka ia tidak termasuk golongan kami." (HR. Thabrani didalam kitab Al-Mu'jam Ash-Shaghir)
Begitu pula diriwayatkan dari Zaid bin Aslam, mengenai firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka dan tangan kalian sampai ke siku, kemudian usaplah kepala kalian serta basuhlah kaki kalian sampai kedua mata kaki..." (Al-Maidah : 6)
Adalah dengan pengertian, apabila kalian bangun dari tidur dan Dia (Allah) tidak memerintahkan hal yang lain selain itu. Di sini menunjukan tidak adanya kewajiban untuk membersihkan dubur atau kemaluan karena tidur maupun kentut. Sebab, kewajiban itu termasuk syari'at. Selain itu, tidak ada nash yang memerintahkan untuk hal tersebut. Sedangkan istinja' itu dimaksudkan untuk menghilangkan najis. Sementara dalam kedua hal tersebut di atas tidak ada najis yang perlu dibersihkan.
7. Cara Bersuci dari Buang Air Besar
Bersuci dari buang air besar merupakan suatu hal yang wajib dilakukan. Caranya adalah dengan tiga kali usapan, demikian pendapat yang dikemukakan oleh Imam Asy-Syafi'i Rahimahullah. Adapun yang di jadikan landasan adalah hadits yang di riwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu :
"Bahwa Nabi memerintahkan untuk menggunakan tiga batu dan melarang menggunakan kotoran binatang dan potongan tulang."
Imam Asy-Syafi'i mengatakan: "Tidak boleh kurang dari tiga batu meskipun dengan menggunakan alat selain batu. Apabila tidak sampai tiga batu maka harus menambahnya sampai berjumlah tiga. Sedang apabila lebih dari tiga, maka disunnahkan untuk menutupnya dengan angka ganjil."
Sementara Abu Hanifah mengatakan: "Yang di sunnahkan adalah bersuci dan tidak disunnahkan untuk melakukan dengan jumlah ganjil."
Sedangkan Imam Malik berpendapat, bahwa yang wajib adalah bersuci, meskipun dengan menggukan pecahan-pecahan dari sebuah batu.
Adapun Imam Ahmad bin Hambal mengatakan : " Bersuci dari buang air besar itu dilakukan sebanyak tiga kali. Seandainya dengan satu atau dua cucian saja wujud najis itu telah hilang, maka tetap diharuskan untuk melakukan cucian yang ketiga. Sedangkan istinja' dengan menggunakan batu, apabila dengan tiga batu telah bersih, maka tidak harus di tambah. Sebaliknya, apabila belum bersih, maka tidak harus ditambah. Namun, disunnahkan untuk menutupnya dengan bilangan ganjil, yaitu batu yang ke lima. Apabila dengan keempat batu itu belum bersih, maka harus menggunakan batu yang kelima dan apabila telah bersih, maka tidak harus ditambah lagi. Demikian seterusnya mengenai batu tambahan, yaitu apabila kebersihan telah dicapai dengan bilangan ganjil, maka tidak perlu ditambah. Tetapi, apabila masih belum bersih, maka harus di tambah sampai bersih dan di sunnahkan diakhiri dengan bilangan ganjil."
8. Benda Yang Tidak Boleh Digunakan Untuk Bersuci
Rasulallah Shallallahu Alahi wa Sallam melarang bersuci dengan menggunakan benda najis. Dalil yang melandasinya adalah hadits riwayat dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu Anhu, dimana ia menceritakan:
"Pada waktu Nabi buang air besar, beliau pernah menyuruhku untuk membawakan tiga batu. akan tetapi, aku hanya mendapatkan dua butir batu. Selanjutnya aku mencari batu yang ketiga, namun tidak juga mendapatkannya. Lalu aku mengambilkan kotoran (yang telah kering) dan membawanya kepada beliau sebagai batu yang ketiga. Maka beliau hanya mengambil dua butir batu dan membuang kotoran yang telah kering tersebut seraya bersabda:'Ini adalah kotoran'." (HR. Ahmad, Bukhari, At-Tarmidzi dan An-Nasa'i)
Rasulallah Shallallahu Alahi wa Sallam telah memperingatkan, bahwa kotoran binatang yang telah kering pun tidak dapat mensucikan najis, sedangkan tulang-tulang binatang adalah salah satu dari makanan bangsa jin. Disamping itu beliau juga mengingatkan agar tidak menggunakan segala jenis makanan serta hal-hal yang harus dihormati untuk membersihkan najis seperti bagian dari tubuh hewan, kertas atau kitab dan lain sebagainya.
Mengenai najis ini tidak ada perbedaan antara yang masih basah maupun yang sudah kering. Jika Anda beristinja' dengan menggunakan benda yang dilarang, maka istinja' Anda tersebut tidak sah. Setelah itu, Anda harus bersuci kembali dengan menggunakan air dan tidak boleh lagi menggunakan pecahan batu. Karena, pada bagian yang harus disucikan tersebut telah terkena najis yang lain. Meskipun Anda beristinja' dengan menggunakan makanan atau hal-hal yang harus dihormati, maka tetap istinja' Anda ini tidak sah, akan tetapi harus menggunakan air.
Wallahu'alam.